Jembatan Mahakam Kembali Dihantam Tongkang, Ketua DPRD Kaltim Desak Investigasi Menyeluruh
Penulis: Akmal Fadhil
6 jam yang lalu | 0 views
Foto kolase Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud (kiri) dan Mursidi Kepala KSOP Samarinda (kanan). (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Insiden tongkang kembali menabrak Jembatan Mahakam I, memperpanjang daftar kasus serupa yang memantik sorotan tajam terhadap lemahnya pengawasan dan tata kelola tambat kapal di perairan Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud menilai kejadian yang terjadi di luar jam pengolongan resmi ini menunjukkan indikasi kelalaian serius dalam pengawasan lalu lintas sungai. Ia menduga praktik pengolongan diam-diam sebagai penyebab utama terjadinya insiden.
“Ini kejadian di luar jam pandu, ada indikasi pengolongan curi-curi. Percuma ada tata kelola perairan kalau tetap dilanggar,” kata pria yang akrab disapa Hamas, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung E DPRD Kaltim pada Senin, 28 April 2025, malam.
Hamas mendesak investigasi menyeluruh dan percepatan pemasangan sistem pengaman jembatan (fender) untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
“Jangan egois saat mengatur pengolongan kapal tapi abaikan keselamatan. Jembatan Mahakam ini aset. Kalau rusak, siapa yang tanggung jawab?” tegasnya.
Ia menambahkan, DPRD Kaltim tengah mengkaji langkah seperti yang dilakukan di Banjarmasin, yakni melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam pengelolaan keamanan sungai. Namun hal itu masih memerlukan payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda).
“Untuk saat ini, kita fokus dulu ke keamanan dasar seperti pemasangan CCTV dan pengalokasian asuransi dari operator pengolongan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala KSOP Samarinda, Mursidi, mengonfirmasi bahwa tongkang yang menabrak jembatan tengah melakukan aktivitas di luar zona dan jam pengolongan resmi.
“Insiden kemarin terjadi di luar jam pengolongan, dan bukan di area tambat yang ditetapkan,” jelas Mursidi.
Ia menjelaskan bahwa area tambat resmi telah ditetapkan berdasarkan aspek keselamatan pelayaran dan kondisi pasang surut. Di Samarinda, area tambat yang sah berada di kawasan Harapan Baru dan di atas Jembatan Mahakam, bukan di bawahnya.
“Kalau mengacu Perda, area tambat minimal harus 5 kilometer dari jembatan. Tapi kejadian kemarin hanya sekitar 1,5 kilometer di bawah jembatan,” ungkapnya.
Ironisnya, Mursidi juga mengungkap banyak titik tambat saat ini justru dikelola secara informal oleh masyarakat tanpa regulasi jelas. Hal ini selain membahayakan keselamatan, juga membuat daerah kehilangan potensi pendapatan.
“Kapal-kapal itu membayar tambat ke masyarakat, bukan ke pemerintah daerah. Ini seharusnya bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika dikelola secara resmi,” tegasnya.
Terkait insiden terbaru, Direktur Umum PT Energi Samudra Logistik, J Hendrik menyatakan bahwa pihaknya akan patuh mengikuti proses hukum yang berlaku dan siap memberikan ganti rugi secara proporsional.
“Kapten kapal sedang dalam proses hukum, dan kami menunggu hasil rekomendasi. Terkait ganti rugi, kami akan bertanggung jawab secara proporsional,” pungkasnya. (*)