Kejagung Bongkar Modus Skandal Korupsi Pertamina, Pertamax 'Dioplos' di Tempat Rahasia
Penulis: Rafika
Kamis, 27 Februari 2025 | 261 views
Salah satu tersangka korupsi Pertamnia, Riva Siahaan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga saat akan ditahan penyidik Jampidsus Kejagung. (Ist)
Presisi.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap praktik oplos atau blending dalam kasus dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.
Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, para tersangka melakukan manipulasi dengan mencampur bahan bakar minyak (BBM) RON 88 dengan RON 92, lalu menjualnya dengan harga setara RON 92.
“Tadi fakta yang ada di transaksi RON 88 di-blending dengan RON 92 dan dipasarkan seharga RON 92,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, Kamis (27/2/2025), sebagaimana diberitakan Suara.com.
Pada pengungkapan awal Senin (24/2), Kejagung menemukan bahwa para tersangka sengaja menurunkan produksi kilang dan menolak minyak mentah dari KKKS dalam negeri.
Akibatnya, PT Kilang Pertamina Internasional harus mengimpor minyak mentah untuk memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri, sementara PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang dengan harga lebih tinggi dibandingkan produksi dalam negeri.
Salah satu tersangka, Riva Siahaan (RS), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, diketahui membeli BBM dengan spesifikasi RON 90 atau lebih rendah, tetapi membayarnya dengan harga RON 92.
Setelah itu, BBM tersebut dicampur di depo atau storage agar menyerupai RON 92. Padahal, praktik ini tidak diperbolehkan.
Dalam perkembangan terbaru pada Rabu (26/2), Kejagung menetapkan dua tersangka tambahan, yaitu Maya Kusmaya (MK) yang menjabat sebagai Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Dua tersangka ini, atas persetujuan Riva Siahaan, tetap membeli BBM berkualitas lebih rendah namun dengan harga premium. Maya Kusmaya kemudian memerintahkan Edward Corne untuk melakukan blending dengan mencampur RON 88 (premium) dan RON 92 (pertamax) guna mendapatkan produk dengan standar RON 92.
Praktik ini dilakukan di terminal atau storage milik PT Orbit Terminal Merak, yang dikelola oleh Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), dan PT Jenggala Maritim milik Gading Ramadhan Joedo (GRJ). Setelah proses blending, BBM tersebut dipasarkan sebagai RON 92.
“Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” ujar Qohar. (*)