Rekam Jejak Ahmad Ali, Elite NasDem yang Rumahnya Digeledah KPK Imbas Terseret Kasus Rita Widyasari
Penulis: Rafika
2 jam yang lalu | 0 views
Presisi.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman politikus Partai NasDem, Ahmad Ali, di Kebon Jeruk, Jakarta Barat belum lama ini. Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Dalam operasi tersebut, KPK menyita sejumlah barang, termasuk uang tunai, tas, dan jam tangan.
"Info sementara secara umum ditemukan dan disita dokumen, barang bukti elektronik, uang, ada juga tas dan jam," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Selasa (4/2/2025).
Meski demikian, Tessa belum mengungkapkan jumlah uang yang disita maupun merek barang-barang mewah tersebut.
Lantas, siapa Ahmad Ali dan seperti apa rekam jejaknya?
Ahmad Ali lahir di Wosu, Morowali, Sulawesi Tengah, pada 16 Mei 1969. Ia menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di Wosu dan Bungku, kemudian melanjutkan studi di Universitas Tadulako pada 1993. Selama kuliah, ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Palu dan Pemuda Pancasila cabang Sulawesi Tengah.
Sebelum terjun ke dunia politik, Ahmad Ali lebih dulu berkarier sebagai pengusaha. Ia memimpin beberapa perusahaan, seperti PT Graha Istika Utama, PT Graha Agro Utama, dan PT Graha Mining Utama. Ia juga sempat menjadi pengurus Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Sulawesi Tengah.
Karier politik Ahmad Ali dimulai pada 2009 ketika ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Morowali. Ia kemudian bergabung dengan Partai NasDem dan menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) NasDem Sulawesi Tengah periode 2013-2018.
Pada Pemilu 2019, Ahmad Ali berhasil melangkah ke Senayan sebagai anggota DPR RI mewakili daerah pemilihan Sulawesi Tengah. Ia juga dipercaya sebagai Bendahara Umum NasDem sebelum akhirnya diangkat menjadi Wakil Ketua Umum Partai NasDem untuk periode 2019-2024.
Sebagai informasi, Rita Widyasari terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar terkait perizinan proyek di Kutai Kartanegara dari beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah tersebut.
Ia disebut menetapkan tarif USD 3,3-5 per metrik ton batu bara yang dieksplorasi oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Selain itu, Rita juga tengah diselidiki dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Pada 2018, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Rita. Ia juga dikenai denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Saat ini, KPK tengah menelusuri aliran dana dan aset-aset yang diduga terkait dengan kasus tersebut. Belakangan, KPK juga menggeledah rumah Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soerjosoemarno terkait kasus yang sama. (*)