Kini Dihapus MK, Apa Itu Presidential Threshold dan Dampaknya ke Pilpres 2029?
Penulis: Rafika
Jumat, 03 Januari 2025 | 253 views
Presisi.co - Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas atau presidential threshold minimal 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional di pemilu sebelumnya sebagai syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, disambut baik oleh masyarakat Indonesia.
Meski begitu, banyak juga yang belum memahami secara tepat apa itu presidential threshold serta dampak aturan ambang batas pencalonan tersebut.
Menurut Pamungkas (2009) dalam buku Perihal Pemilu, presidential threshold adalah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan Presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik
Penerapan threshold adalah untuk mengurangi jumlah peserta pemilu, jumlah partai politik yang duduk di lembaga perwakilan, dan jumlah partai politik atau kelompok partai politik dalam pencalonan presiden dan wakil presiden.
Pembahasan dan detail tentang presidential threshold sendiri ada pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 222. Pada pasal tersebut disebutkan:
‘Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.’
Regulasi yang terkait dengan pasal ini adalah Pasal 223, Pasal 225, dan Pasal 225.
Artinya, untuk bisa mengusung pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik harus memenuhi ambang batas minimal 20% kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional di pemilu sebelumnya. Jika tidak, partai politik harus berkoalisi dengan partai lain hingga ambang batas tersebut terpenuhi.
Kondisi presidential threshold menghendaki presiden untuk selalu tergantung pada dukungan suara parlemen yang berpotensi membuka politik transaksional. Sebab, calon presiden yang diusung harus tunduk pada aturan main koalisi partai politik. Celah tersebut yang bisa menghempitkan keleluasan presiden untuk menentukan pilihan pada saat menjalankan pemerintahan.
Namun, resgulasi yang mengatur presidential threshold itu belakangan digugat oleh 4 mahasiswa dari Yogyakarta untuk tidak lagi diberlakukan karena pertimbangan satu dan lain hal.
MK diketahui membacakan putusan perkara terkait di Gedung MK, pada tanggal 2 Januari 2025 ini. MK menyatakan mengabulkan permohonan para pemohon.
Dengan demikian kini semua partai politik peserta pemilu memiliki kesempatan untuk mengusulkan pasangan capres dan cawapres di pemilu mendatang yang akan diadakan pada tahun 2029. (*)