Partisipasi Pemilih di Kaltim Lepas Target, Akademisi: Cerminan Demokrasi
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Jumat, 13 Desember 2024 | 135 views
Samarinda, Presisi.co - Akademisi Universitas 17 Agustus Samarinda (Untag), Wesley Hutasoit angkat bicara soal angka partisipasi pemilih di Kalimantan Timur (Kaltim) yang tak sesuai harapan. Dari target 79,81 persen sesuai dengan angka partisipasi pemilih saat Pilpres 2024, turun menjadi menjadi 69,89 persen.
"Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Tingkat partisipasi pemilih sangat dipengaruhi oleh kualitas sosialisasi dan kolaborasi," ujar Wesley pada Kamis, 12 Desember 2024.
Data KPU Kaltim mencatat, partisipasi tertinggi berada di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) sebesar 80,6 persen dan Penajam Paser Utara (PPU) sebesar 79,6 persen. Sementara, dua kota yang menjadi lumbung suara yakni Samarinda hanya 59,7 persen dan Balikpapan sebesar 60,5 persen.
Menurut Wesley, sosialisasi harusnya dilakukan dengan optimal dan melibatkan berbagai pihak, seperti tokoh masyarakat dan organisasi pemuda. Padahal, kota umumnya memiliki akses informasi lebih baik.
"Seharusnya, kota-kota besar dengan akses informasi lebih luas memiliki tingkat partisipasi tinggi. Namun, kenyataannya malah sebaliknya" jelasnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi bilang Wesley. Mulai dari pendatang, anak muda, atau masyarakat yang lebih kritis dalam menilai latar belakang calon yang berkompetisi.
Dari hal tersebut, sosialisasi harus dilakukan jauh sebelum tahapan resmi Pilkada dimulai. Hal ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap pemilu. Selain itu, penting juga mengatasi tantangan hoaks dan disinformasi yang sering memengaruhi preferensi pemilih.
"Informasi yang tidak valid bisa membuat masyarakat ragu atau bahkan mengubah pilihannya. Pada akhirnya, kebingungan ini dapat memicu meningkatnya angka golput," tambah Wesley.
Wesley juga menegaskan, tingkat partisipasi politik mencerminkan kedewasaan demokrasi suatu daerah. Pilkada tidak hanya sekadar memilih pemimpin, tetapi juga menjadi indikator kematangan masyarakat dalam menjalankan nilai-nilai demokrasi.
"Dibutuhkan strategi kolaboratif antara KPU, Bawaslu, dan berbagai elemen masyarakat untuk mengedukasi warga. Jika tidak, kita akan terus menghadapi partisipasi yang stagnan atau bahkan menurun," pungkasnya.
Kendati demikian, KPU Kaltim melalui Komisioner KPU Kaltim Bidang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan Sumber Daya Manusia, Abdul Qoyyim Rasyid sudah mengklarifikasi bahwa tingkat partisipasi pemilih Kaltim saat ini lebih baik dari periode lalu.
"Tingkat partisipasi pemilih pada tahun ini mengalami peningkatan sebanyak 21,73 persen dibandingkan periode lalu," kata Qoyyim.
Menurutnya, dengan semakin banyaknya informasi yang beredar, masyarakat harus dibimbing untuk dapat membedakan informasi yang valid agar demokrasi berjalan lebih baik. (*)