search

Internasional

Korea SelatanYoon Suk SeolPresiden KorselKrisis politik KorselKorea Selatan darurat militer

Ribuan Warga Korea Selatan Tuntut Presiden Yoon Suk Seol Mundur Imbas Deklarasi Darurat Militer

Penulis: Rafika
Kamis, 05 Desember 2024 | 232 views
Ribuan Warga Korea Selatan Tuntut Presiden Yoon Suk Seol Mundur Imbas Deklarasi Darurat Militer
Anggota oposisi utama Partai Demokrat menggelar unjuk rasa menentang Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol di depan Majelis Nasional di Seoul, Korea Selatan, Rabu, 4 Desember 2024. Spanduk bertuliskan "Mari kita makzulkan Yoon Suk Yeol." (Ahn Young-joon/AP)

Presisi.co - Krisis politik di Korea Selatan memasuki babak baru. Ribuan demonstran memadati jalan-jalan utama ibu kota Seoul, Rabu (4/12) malam, Mereka menuntut Presiden Yoon Suk Yeol mundur dari jabatannya.

Aksi ini dipicu oleh keputusan mengejutkan Presiden Yoon untuk memberlakukan darurat militer, yang meskipun hanya berlangsung singkat, memantik gelombang protes besar-besaran.

Para pengunjuk rasa membawa lilin di Lapangan Gwanghwamun untuk menyuarakan kekecewaan mereka atas tindakan yang dinilai tidak demokratis tersebut. Sumin Oh, salah satu peserta aksi, mengatakan bahwa masyarakat akan terus bergerak hingga pemerintah bertanggung jawab.

"Saya di sini untuk meminta pertanggungjawaban orang-orang yang mencoba tindakan tidak demokratis ini. Dan warga juga akan turun ke jalan sampai mereka benar-benar mengundurkan diri," terang Sumin Oh, sebagaimana diberitakan VOA Indonesia.

Di sisi lain, Partai Demokrat (DP), yang memimpin oposisi, telah mengajukan mosi pemakzulan terhadap Presiden Yoon buntut deklarasi darurat militer.

Ketua DP Lee Jae-myung menilai langkah darurat militer tersebut sebagai bukti ketidakmampuan Presiden Yoon membuat keputusan rasional.

"Presiden Yoon Suk Yeol tampaknya berada dalam kondisi yang sulit untuk membuat penilaian yang normal dan masuk akal," jelasnya.

Parlemen Korea Selatan, yang didominasi oposisi, merencanakan membahas mosi pemakzulan pada Jumat mendatang. Dengan mayoritas kursi, oposisi hanya membutuhkan dukungan kecil dari anggota partai pemerintah untuk mencapai dua pertiga suara yang diperlukan guna meloloskan pemakzulan.

Selain itu, DP telah mengajukan tuduhan pemberontakan terhadap Presiden Yoon dan beberapa pejabat tinggi lainnya. Tuduhan berpotensi vonis hukuman berat, termasuk penjara seumur hidup atau hukuman mati.

Kekacauan ini juga mencemaskan sekutu internasional Korea Selatan. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken menyambut baik keputusan Presiden Yoon untuk mencabut dekrit darurat militernya.

"Kami menyambut baik pernyataan Presiden (Korea Selatan) Yoon yang mencabut perintah darurat militer, dan ada suara bulat di Majelis Nasional untuk menolak keputusan tersebut, dan dia menindaklanjutinya. Menurut penilaian kami, setiap perselisihan politik perlu diselesaikan secara damai dan sesuai dengan aturan hukum," sebutnya.

Situasi ini juga berdampak pada ekonomi. Bursa saham Seoul ditutup melemah lebih dari satu persen pada Rabu. Sementara itu, serikat buruh terbesar Korea Selatan telah menyerukan mogok kerja nasional tanpa batas waktu hingga Presiden Yoon mengundurkan diri.

Sebelumnya, keputusan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol untuk memberlakukan darurat militer telah memicu krisis politik besar yang mengguncang negara itu. Langkah mengejutkan yang diumumkan Selasa (3/12) larut malam itu, dengan alasan ancaman dari Korea Utara dan "kekuatan anti-negara", langsung mendapat perlawanan sengit dari parlemen dan masyarakat luas.

Dalam pengumuman televisi yang dramatis, Yoon memerintahkan pengerahan lebih dari 280 tentara, beberapa di antaranya diterbangkan dengan helikopter, untuk mengunci parlemen. Namun, upaya itu gagal. Sebanyak 190 anggota parlemen, meski dihadang pasukan bersenjata, berhasil masuk ke gedung parlemen dan memberikan suara menolak keputusan tersebut.

Penolakan parlemen yang tegas membuat Yoon tak punya pilihan selain mencabut darurat militer enam jam setelah diumumkan. Dalam pidato televisi lainnya, Presiden Yoon mengatakan dirinya menghormati konstitusi, yang memang mengharuskan pencabutan darurat militer jika mayoritas di parlemen menolaknya.

Langkah politikus konservatif itu juga menciptakan tekanan dari dalam pemerintahannya sendiri. Para pembantu senior Yoon menawarkan pengunduran diri massal sebagai bentuk tanggung jawab atas kekacauan yang terjadi.

Menteri Pertahanan, yang turut menjadi arsitek langkah ini, juga menyatakan akan mundur, dengan mengatakan ia mengambil "tanggung jawab penuh atas kebingungan dan kekhawatiran"

Presiden Yoon Suk Yeol, yang baru menjabat sejak 2022, kini berada dalam situasi politik paling sulit sepanjang kariernya. Masa depan politik mantan jaksa penuntut umum itu kini berada di ujung tanduk, mengingat tekanan publik dan oposisi yang semakin menguat.

Hingga Rabu malam, Yoon belum muncul ke publik. (*)