Romo Roedy: Pilkada Bukan Hanya Tentang Memilih Pemimpin
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
4 jam yang lalu | 0 views
Samarinda, Presisi.co – Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 di Kalimantan Timur, NGO Kalimantan Timur menggelar diskusi publik bertajuk #NgoPi-Kaltim seri ke-9 dengan tema “Buat Apa Pilkada Jika Rakyat Tetap Sengsara”.
Diskusi ini diadakan sebagai ruang publik untuk membahas isu-isu mendasar yang sering terabaikan dalam kontestasi politik.
Fasilitator acara sekaligus budayawan Kaltim, Romo Roedy Haryo Wijono menekankan pentingnya membuka ruang demokrasi yang inklusif bagi rakyat.
“Membicarakan politik bukan hanya untuk para elit, partai, dan kontestan belaka. Ini adalah hak dan milik rakyat. Dengan begitu, demokrasi bisa menjadi lebih berkualitas,” ujar Romo Roedy.
Menurut Romo Roedy, diskusi politik harus dibawa ke ranah publik agar dapat membebaskan diri dari stigma sebagai topik yang tabu.
“Ruang demokrasi tidak seharusnya terkungkung di wilayah formal. Di ruang publik, pembahasan politik bisa lebih santai dan mengasyikkan,” tambahnya.
Acara ini tidak hanya membahas visi dan misi para kandidat, tetapi juga mengupas isu-isu yang lebih mendasar. Beberapa topik yang diangkat dalam diskusi meliputi penolakan pembangunan nuklir oleh Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (JATAM Kaltim), kenaikan pajak daerah, hingga minimnya perhatian terhadap perlindungan hak masyarakat adat.
“Pilkada bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi bagaimana pemimpin yang terpilih bisa benar-benar mengatasi persoalan mendasar yang dihadapi rakyat,” tegas Romo Roedy.
Diskusi ini dirancang sebagai ruang terbuka bagi semua kalangan. Baik itu individu, kelompok masyarakat, hingga kontestan Pilkada dapat berpartisipasi dalam diskusi ini.
“Ruang seperti ini penting untuk memastikan partisipasi bermakna dari semua elemen masyarakat dalam proses demokrasi,” ujar salah satu peserta yang hadir.
Diskusi publik #NgoPi-Kaltim juga menggarisbawahi pentingnya membangun komitmen bersama untuk memperjuangkan hak-hak rakyat, khususnya masyarakat adat dan kelompok marginal, yang sering kali terabaikan dalam kebijakan pemerintah.
Acara ini diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Kalimantan Timur dengan mendobrak sekat-sekat antara rakyat dan politik, sehingga rakyat tidak lagi menjadi objek, tetapi subjek utama dalam proses demokrasi.
“Dengan partisipasi yang lebih inklusif, politik akan menjadi lebih bermakna, dan rakyat tidak akan lagi merasa sengsara di tengah pesta demokrasi,” tutup Romo Roedy. (*)