Penulis: Redaksi Presisi
Sabtu, 06 Juli 2024 | 238 views
Samarinda, Presisi.co - Peredaran minuman keras di Kota Tepian kembali menjadi sorotan DPRD Samarinda. Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Joha Fajal, menegaskan pentingnya penerapan peraturan daerah (perda) untuk mengatur dan melarang penjualan minuman keras (miras) di Kota Tepian.
Joha Fajal menyatakan bahwa meskipun sudah ada peraturan yang mengatur peredaran miras, banyak tempat yang tidak memiliki izin masih bebas memperjualbelikannya, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Kita sudah ada peraturan daerah yang mengatur tentang peredaran larangan dan penjualan. Dalam peraturan tersebut, hotel berbintang diberikan sebagai fasilitas. Tapi, karaoke keluarga yang tidak dibenarkan," ujarnya belum lama ini.
Perda Nomor 5 Tahun 2023, tepatnya di Pasal 6 Ayat (1), menyatakan bahwa izin tempat penjualan minuman beralkohol golongan A, B, dan C untuk minum di tempat hanya diberikan untuk bar dan restoran pada hotel berbintang. Joha menekankan pentingnya pelaksanaan perda ini sesuai aturan.
"Tempat-tempat warung yang dilarang jangan sampai menjual karena itu melanggar," tegasnya.
Joha juga menggarisbawahi kemudahan mendapatkan izin melalui sistem Online Single Submission (OSS), namun menekankan bahwa izin dari OSS harus memenuhi persyaratan lain yang berkaitan dengan Pemkot Samarinda.
"Jika persyaratan daerah belum terpenuhi, izin itu belum sah untuk mengedarkan minuman beralkohol," ucapnya.
Masih banyaknya tempat yang menjual miras tanpa izin, seperti warung kelontongan dan mini supermarket, menjadi perhatian serius.
Joha juga menyoroti masalah tempat hiburan malam (THM) yang dekat dengan pemukiman.
"Perda pernah membatasi izin dengan radius 200-500 meter dari pemukiman. Namun, sekarang ada THM di bangunan lain yang menjadi masalah, terutama bagi masyarakat yang berinvestasi besar di sana," ungkapnya.
Dengan penegakan perda yang ketat, diharapkan peredaran miras di Samarinda dapat lebih terkontrol dan mengurangi dampak negatif di masyarakat. Joha menegaskan bahwa perda harus ditegakkan sesuai dengan tahun penerbitannya.
"Jika perda diterbitkan tahun 2023, aturan tersebut berlaku untuk bangunan yang dibangun pada 2023. Tidak ada kaitannya dengan bangunan yang dibangun tahun 2022," pungkasnya. (*)