Gibran Jadi Cawapres, Hasto Ungkap Sejumlah Ketum Parpol Curhat 'Kartu Truf' Dipegang Hingga Dapat Tekanan Keras
Penulis: Rafika
Minggu, 29 Oktober 2023 | 895 views
Presisi.co - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengaku dirinya mendapat pengakuan dari sejumlah ketua umum partai politik yang menghadapi tekanan kekuasaan hingga kartu truf-nya dipegang.
Hal ini menyangkut proses pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari calon presiden (capres) Prabowo Subianto, usai putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi (MK) yang memuluskan pencalonan Gibran.
Tak tanggung-tanggung, Hasto menilai proses pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo sebagai cawapres tersebut merupakan bentuk pembangkangan yang dikemas dalam rekayasa hukum di MK.
"Apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Mas Gibran, sebenarnya adalah political disobedience terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. " kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (29/10/2023).
Bahkan, Hasto juga menyebut dirinya mendapat cerita dari sejumlah ketua umum partai politik yang mengaku kartu truf-nya dipegang oleh penguasa. Ditambah lagi, kata Hasto, beberapa juga merasakan adanya tekanan kekuasaan yang begitu kuat.
Sebagai informasi, dalam dunia politik, kartu truf bisa dikatakan sebagai kiasan yang artinya kartu terakhir untuk menghalau manuver seseorang.
"Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," ujarnya.
Selain itu, ia juga menyinggung kekecewaan PDIP atas manuver yang dilakukan oleh Gibran. Hubungan PDIP dengan Jokowi dan keluarga belakangan memang dikabarkan merenggang setelah Gibran menjadi cawapres Prabowo.
Hasto menyebut PDIP saat ini merasa ditinggalkan oleh Jokowi. Padahal, partai banteng merah ini telah memberikan banyak keistimewaan kepada Jokowi dan keluarga.
"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan konstitusi. Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," imbuh Hasto. (*)