Mimpi Buruk Perundungan yang Masih Kerap Dialami Oleh Para Calon Dokter
Penulis: Rafika
Jumat, 18 Agustus 2023 | 647 views
Presisi.co - Isu terkait perundungan masih kerap terjadi di Indonesia. Bahkan, hal ini juga terjadi di kalangan dokter-dokter yang tengah menjalani masa residen di beberapa rumah sakit.
Mengutip dari VOA Indonesia, sejak diterbitkannya Instruksi Menteri Kesehatan tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan pada (20/07/2023) silam, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerima sebanyak 91 aduan dari peserta pendidikan kedokteran spesialis. Aduan-aduan ini dilaporkan secara resmi ke kanal milik Kemenkes.
Hal ini diungkapkan oleh Murti Utami selaku Inspektur Jenderal Kemenkes. Belum genap sebulan sejak diterbitkannya instruksi tersebut, Kemenkes sudah menerima hampir 100 laporan.
“Dalam kurun waktu belum sampai sebulan kami sudah menerima 91 pengaduan perundungan di kanal laporan Kemenkes,” katanya, Kamis (17/8) dilansir dari VOA Indonesia.
Lebih lanjut, Murti menjabarkan dari 91 aduan dugaan perundungan itu, 44 di antaranya terjadi di rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes.
“Tujuh belas laporan dari rumah sakit umum daerah di enam provinsi. Enam belas laporan dari fakultas kedokteran di delapan provinsi. Enam laporan dari rumah sakit milik universitas. Lalu, satu laporan dari rumah-rumah sakit TNI-Polri dan satu laporan dari rumah sakit swasta,” ujarnya.
Sebanyak 44 laporan perundungan di lingkungan Kemenkes telah dikonfirmasi oleh pihak Inspektorat Jenderal. Dari hasil pemeriksaan tersebut, ditemukan bahwa 12 insiden perundungan terjadi di tiga rumah sakit berbeda, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RSUP Dr. Hasan Sadikin di Bandung, dan RSUP H Adam Malik di Medan.
“Kami menyatakan sudah selesai diinvestigasi. Sementara 32 laporan yang terjadi di delapan rumah sakit di lingkungan Kemenkes sedang dalam proses investigasi,” jelas Murti.
Murti mengungkapkan laporan perundungan yang diterima kebanyakan berupa permintaan biaya di luar kebutuhan pendidikan, pelayanan, dan penelitian yang tidak seharusnya dilakukan oleh peserta pendidikan dokter spesialis, hingga jam kerja yang melewati batas.
“Tugas-tugas lain termasuk adanya waktu jaga yang berlebihan di luar batas wajar,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes, Azhar Jaya, menegaskan teguran tertulis telah diberikan kepada pimpinan tiga rumah sakit yang diduga menjadi tempat perundungan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis.
Selain itu, Kemenkes juga telah meminta ketiga pimpinan di rumah sakit tersebut untuk secara tegas memberikan sanksi kepada staf medis yang terlibat.
“Saya berharap ini yang terakhir dan tidak ada lagi. Namun kalau masih ada, kami akan serius melakukan penindakan-penindakan untuk menghilangkan ini. Saya juga meminta kepada pimpinan rumah sakit di lingkungan Kemenkes untuk menjalankan arahan hasil investigasi kepada seluruh stakeholder yang terkait," katanya.
Azhar menegaskan pihaknya akan terus memberi perhatian serius untuk menghilangkan praktik perundungan yang terjadi di rumah sakit, khususnya rumah sakit Kemenkes.
Dirinya juga mengimbau rumah sakit yang tidak dikelola oleh Kemenkes, agar mengikuti kebijakan dari Instruksi Menteri Kesehatan tentang Pencegahan dan Penanganan Perundungan.
“Kalau tidak mendukung, Kementerian Kesehatan punya wewenang untuk mencabut status sebagai rumah sakit pendidikan,” tegasnya.
Azhar menyatakan kasus perundungan yang di dunia pendidikan khususnya bidang kedokteran benar adanya. Dia berharap, melalui instruksi ini, praktik tersebut bisa dihapuskan demi menghasilkan dokter yang bermutu, berkualitas, profesional, dan bermartabat.
Kemenkes pun akan memperluas kanal-kanal pelaporan agar memudahkan para korbannya untuk melaporkan perundungan yang dialaminya ketika berada di rumah sakit.
“Siapa pun yang merasa dirundung ketika berada di rumah sakit milik Kementerian Kesehatan maupun rumah sakit pendidikan agar terus melaporkan kepada kami. Tidak usah takut karena kami akan melindungi dan menindaklanjuti setiap kasus yang dilaporkan secara serius,” pungkas Azhar. (*)