search

Daerah

rkuhpAliansi Jurnalis Independendprd kaltimpemprov kaltim

Karangan Bunga dari AJI Samarinda untuk Pemprov dan DPRD Kaltim: Jangan Diam Tentang Pengesahan RKUHP

Penulis: Redaksi Presisi
Senin, 05 Desember 2022 | 1.175 views
Karangan Bunga dari AJI Samarinda untuk Pemprov dan DPRD Kaltim: Jangan Diam Tentang Pengesahan RKUHP
Potret karangan bunga yang dikirim AJI Samarinda kepada Pemerintah Provinsi dan DPRD Kaltim (sumber: AJI Kota Samarinda)

Presisi.co – Pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dikritisi banyak pihak. Salah satunya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Samarinda. Mereka mengirim dua karangan bunga ke Pemerintah Provinsi dan DPRD Kaltim sebagai bentuk penolakan pengesahan RKUHP.

Senin, 5 November 2022, Dua karangan bunga itu diletakkan di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajahmada, dan di depan pintu gerbang Kantor DPRD Kaltim, Karang Paci, Samarinda.

Koordinator Divisi Advokasi AJI Samarinda, Zakarias D Daton, menjelaskan aksi tersebut dilakukan untuk menekan Gubernur dan 55 legislator Kaltim agar ikut mengambil sikap dan bersuara. Pasalnya, Zakarias, sapaannya, menjelaskan RKUHP dipastikan mengancam kebebasan ekspresi masyarakat Benua Etam.

Ia meminta agar Gubernur Kaltim, Isran Noor, dan DPRD secara kelembagaan dapat menolak beleid tersebut. Dua lembaga tersebut dapat menjadi saluran sekaligus menjadi wujud keseriusan masyarakat Kaltim mengenai bahaya pengesahan RKUHP.

“Jika mereka diam saja, berarti mereka juga mengamini sewaktu-waktu ada warga Kaltim yang dipenjara pakai UU KUHP karena suara kritis ke penguasa,” sindirnya.

Ketua AJI Samarinda, Noffiatul C, kemudian menjelaskan lebih rinci mengenai alasan penolakan RKUHP. Berdasarkan kajian AJI bersama ahli hukum Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Herlambang P Wiratraman, terdapat setidaknya ada 19 pasal RKUHP yang bermasalah.

Ke-19 pasal itu memiliki sifat ‘karet’ dan dapat mengekang ekspresi publik, sekaligus mengancam kebebasan pers Indonesia. Beberapa diantaranya Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.

Kemudian, Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden. Serta Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

Dalam draft terbaru tertanggal 30 November 2022, Nofifiatul membeberkan tidak ditemukan adanya perubahan atas usulan koreksi 19 pasal yang diajukan oleh AJI. Ia menjelaskan pengurus AJI Kota di 38 daerah sepakat menolak pengesahan beleid tersebut dan kini melakukan aksi serentak.

“Kami anggap pemerintah dan DPR RI memaksakan kehendak, terburu-buru mensahkan padahal banyak aspirasi masyarakat belum diakomodasi dalam RKUHP, termasuk rekan-rekan pers,” bebernya.

Jika pemerintah dan DPR RI mengabaikan aspirasi dan tetap mensahkan RHUKP, Noffiatul mengatakan hal tersebut berpotensi menimbulkan gelombang penolakan masif. Ia menjelaskan AJI akan mengkonsolidasikan kekuatan dengan serikat jurnalis, media, masyarakat sipil, mahasiswa, akademisi, dan kelompok-kelompok sipil lainnya untuk melakukan aksi lanjutan.

Sementara diwawancara terpisah, Direktur LBH Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi, juga melontarkan argumen kuat banyak organisasi sipil menolak pengesahan RKUHP. Menurutnya, proses pembentukan peraturan warisan kolonial itu terkesan dipaksakan. Publik jarang dilibatkan dalam perumusannya.

"RKUHP justru lebih (condong) kepada kepentingan pejabat dan oligarki. Selain itu banyak pasal karet bermasalah dan merugikan kepentingan rakyat," tandasnya.

Mengutip dari rilis AJI Kota Samarinda, berikut adalah daftar 19 pasal dalam RKUHP yang kini dipersoalkan:

1.Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme.

2.Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.

3.Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.

4.Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.

5.Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.

6.Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.

7.Pasal 302, Pasal 303, dan Pasal 304 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.

8.Pasal 351 dan Pasal 352 yang mengatur tentang penghinaan terhadap kekuasaan Umum dan Lembaga Negara.

9.Pasal 440 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.

10.Pasal 437 mengatur tindak pidana pencemaran.

11.Pasal 443 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.

12.Pasal 598 dan Pasal 599 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan (*)

 

Editor: Bella