search

Berita

hukumKemenkumHAMrkuhp

Draft Akhir RKUHP, Hina Pemerintah hingga DPR Bisa Dipenjara 1,5 Tahun

Penulis: Redaksi Presisi
Sabtu, 03 Desember 2022 | 1.890 views
Draft Akhir RKUHP, Hina Pemerintah hingga DPR Bisa Dipenjara 1,5 Tahun
Ilustrasi personifikasi hukum yakni Lady Justice atau Justisia (sumber: istimewa)

Presisi.co – Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia disebut telah merampungkan draft Rancangan Kita Undang-Undang Hukum Pidana. Satu diantara pasal terbaru dalam beleid tersebut; penjara 1,5 tahun bagi penghina pemerintah dan lembaga negara.

Draft tersebut merupakan tindak lanjut antara Kemenkumhan dan Komisi III DPR RI, Kamis, 24 Noember 2022 silam. Dalam draft RKUHP yang diungga dalam situs peraturan.go.id itu, terdapat sejumlah pasal yang dirubah.

Salah satunya adalah mengenai penghinaan kepada pemerintah dan lembaga negara. Dalam pasal 240 RKUHP itu, disampaikan bahwa setiap orang yang menghina pemerintah atau lembaga negara di muka umum bisa dipidana maksimal penjara 1 tahu dan 6 bulan.

Adapun yang dimaksud pemerintah, adalah presiden, wakil presiden, dan para menteri. Sementara lembaga negara adalah MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung, serta Mahkamah Konstitusi. Dilansir dari Kompas, tindakan menghina diartikan sebagai perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan, atau citra pemerintah atau lembaga negara. Termasuk diantaranya menista atau memfitnah.

Meskipun demikian, Kemenkumham menegaskan frasa menghina berbeda dengan mengkritik. Disebutkan bahwa kritik adalah hak berekspresi dan berdemokrasi melalui unjuk rasa atau penyampaian pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara.

Definisi kritik, disebut sebisa mungkin konstruktif atau membangun walaupun mengandung ketidaksetujuan.

Meskipun demikian, Pasal penghinaan itu disebut termasuk delik aduan. Hal ini berarti hanya pemerintah dan lembaga negara yang dapat menuntut tindak pidana tersebut. Diatur sebagaimana dalam Pasal 240 Ayat (3) dan Ayat (4) draft RKUHP terbaru.

Ayat (3) mengatakan “tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina”. Sementara Ayat (4) menyebutkan “sebagaimana dimaksud pada Ayat (3) dilakukan secara tertulis oleh pimpinan pemerintah atau lembaga negara”. (*)

 

Editor: Bella