Dari Kudatuli Hingga Istana, 18 Tahun Sudah SBY dan Megawati Berseteru
Penulis: Redaksi Presisi
Jumat, 30 September 2022 | 3.158 views
Presisi.co – Saling sindir antar petinggi Partai Demokrat dan PDI Perjuangan mengenai Pilpres 2024 beberapa waktu lalu adalah pertanda luka lama yang belum sembuh. Persoalan itu sesungguhnya merupakan bagian puncak gunung es yang lebih besar; hubungan pasang surut antara dua tokoh nasional, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri.
Perseteruan SBY dan Megawati dalam percaturan politik Indonesia kerap memuncak ketika mendekati pemilihan presiden. Meskipun demikian, keduanya sebenarnya memiliki sejarah yang lebih panjang.
Dilansir dari Suara.com, jejaring Presisi.co, jejak perseteruan SBY dan Megawati awalnya bermulai dari perisitwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli). Sebagai Kepala Staff Kodam Jaya, SBY dituding terlibat dalam insiden tersebut.
Akan tetapi, ketika Megawati terpilih menjadi Presiden RI periode 2001-2004, ia justru mengangkat SBY sebagai Menteri Koordiantor Bidang Politik dan Keamanan. Meskipun tidak untuk waktu lama.
SBY mengundurkan diri. Beredar isu bahwa dirinya merasa tidak dihargai Megawati. Ketegangan pun memuncak pada Pilpres 2004. Keduanya saling berebut suara. Namun, SBY-lah, yang keluar sebagai pemenang dalam kontestasi itu.
Dalam setiap Pilpres, mulai yang berlalu hingga 2024 mendatang, perseteruan mereka masih terasa. Hubungan antara keduanya juga berpengaruh terhadap hubungan antara kedua partai. Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sempat mengaku PDIP dan Demokrat memang sulit untuk dipersatukan. Bahkan mendekati mustahil.
Menjelang 2024
Persoalan terbaru muncul dari pidato SBY di Jakarta Convention Center, Senayan, pada pekan lalu. Dalam pidatonya, SBY mengungkapkan rencananya untuk 'turun gunung' ke gelanggang politik nasional menjelang Pilpres 2024.
Ia mengaku, mengetahui, dan mendengar bahwa Pemilu 2024 mendatang bisa tidak jujur dan tidak adil. SBY, secara tersirat, mengirim sinyal bakal ada permainan yang bakal diatur oleh lawan politik partai Demokrat.
"Dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka," tuding SBY. Ia bahkan mengklaim Demokrat, yang kini menjadi oposisi, akan dijegal jika mengajukan calon presiden serta calon wakil presiden sendiri.
"Jahat bukan? Menginjak-injak hak rakyat bukan?" kata SBY di hadapan ribuan kadernya.
Meskipun terkesan tidak terarah, tudingan tersebut lantas dibalas Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Menurutnya, pernyataan SBY tidak bijak. Ia bahkan mengatakan justru Pemilu 2009, yang digelar pada masa kepemimpinan SBY sebagai presiden, kontestasi demokrasi paling curang sepanjang sejarah Indonesia.
"Dalam catatan kualitas pemilu, tahun 2009 justru menjadi puncak kecurangan dalam sejarah demokrasi, dan hal tersebut Pak SBY yang bertanggung jawab." pungkasnya. (*)