Jokowi Soroti Praktik Lancung Hakim Agung MA, Sudrajad Dimyati
Penulis: Redaksi Presisi
Senin, 26 September 2022 | 787 views
Presisi.co - Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait status Hakim Agung, Sudrajad Dimyati, yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung. Menurutnya, hal tersebut adalah pertanda pentingnya mereformasi hukum Indonesia.
"Saya lihat ada urgensi sangat penting untuk mereformasi bidang hukum kita," kata Jokowi di kawasan Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur, Senin, 26 September 2022.
Meskipun demikian, dilansir dari Suara.com, jejaring Presisi.co, Jokowi mengaku tetap menunggu proses hukum kasus tersebut tuntas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia lantas menjelaskan melimpahkan perihal kasus tersebut ke Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Sudah saya perintahkan ke Menko Polhukam, jadi silakan tanyakan ke Menko Polhukam. Saya kira kita ikuti proses hukum yang ada di KPK." imbuhnya.
Runtun Perkara
Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan terkait dugaan kasus suap pengurusan perkara pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). Satu orang hakim agung, Sudrajad Dimyati, ditetapkan sebagai tersangka.
Pada Jumat, 23 September 2022, Ketua KPK, Firli Bahuri, menjelaskan pihaknya menangkap Sudrajad berdasarkan laporan masyarakat. Awalnya pada Rabu, 21 September silam, KPK mendapat informasi akan ada transaksi uang tunai antar dua orang di sebuah hotel di Bekasi.
Keduanya adalah Eko Suparno, seorang pengacara. Dan Desy Yustria, panitera yang bekerja di MA.
Setelah diselediki, Desy diduga merupakan perpanjangan tangan hakim agung, Sudrajad. Untuk mengatur kepengurusan salah satu kasus di MA.
Keesokan harinya, Kamis, sekitar pukul 01.00 WIB. Tim KPK langsung bergerak menangkap Desy di kediamannya. Ia ditemukan membawa sejumlah uang tunai senilai 205 ribu SGD atau dollar Singapura atau Rp. 2,2 milliar rupiah.
Setelahnya, tim mengamankan sejumlah tersangka yakni pengacara, Yosep Parera dan Eko Suparno di Semarang, Jawa Tengah. Serta pegawai negeri MA, Albasri. Nama terakhir disebut membawa sejumlah uang pula. Ketiganya pun langsung digadang ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta untuk diminta keterangan lebih lanjut.
" Albasri, PNS di MA, menyerahkan uang tunai Rp 50 juta," ungkap Firli.
Setelah melakukan penelusuran lebih dalam, perkara tersebut ternyata berawal dari sebuah laporan tindak pidana dan gugatan perdata dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang. Yang diajukan oleh Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto, selaku debitur koperasi tersebut.
Lantaran puas dengan proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Keduanya mengajukan kasasi ke MA, diwakili oleh kuasa hukum Yosep Parera dan Eko Suparno
Dalam proses kepengurusan, Firli Bahuri, mengatakan muncul niat jahat diantara para pengacara. Mereka disebut melakukan pertemuan, dengan tidak wajar, dengan sejumlah pegawai di MA.
"Beberapa pegawai dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim, yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES," imbuhnya.
Lewat pemberian uang tersebut, keduanya berharap MA bisa mengabulkan kasasi yakni menguatkan putusan pengadilan sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Salah satu pegawai yang menyatakan bersedia mengurus kasus itu adalah Desy Yustria. Ia mau mengurus kasus tersebut asal diberi imbalan uang. Desy kemudian mengajak sejumlah panitera, yakni Muhajir Habibie, Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti, Ely Tri Pangestu. Untuk ikut serta menyerahkan uang kepada majelis hakim.
Usai menerima total Rp 2,2 milliar dari Yosep dan Eko, uang itu dibagi-bagi. Desy mendapat Rp 250 juta, sementara MH menerima Rp 850 juta. Elly, menerima Rp. 100 juta. Adapun Sudrajad, selaku hakim agung, menerima Rp 800 juta.
Desy menerima gelontoran uang senilai SGD 202.000 atau Rp 2,2 miliar dari Yosep dan Eko.
"SD (Sudrajad) menerima sekitar Rp 800 juta yang penerimaannya melalui ETP (Elly)," sebut Firli.
Hingga saat ini, KPK telah menetapkan sepuluh tersangka. Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap. Disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (*)