search

Opini

Takdir Baru CoronaDoa Terhindar dari Corona

Doa dan Ikhtiar Menuju Takdir Baru Corona

Penulis: Opini
Kamis, 08 Juli 2021 | 1.384 views
Doa dan Ikhtiar Menuju Takdir Baru Corona
Dewi Murni. (Dok.Pribadi)

Bagi seorang muslim doa merupakan senjata kehidupan. Saat hidup tidak henti-hentinya menguji, kita punya doa yang tak pernah menghianati. Karena Allah pasti memperkenankan doa hamba yang meminta dengan penuh kerendahan hati.

“…Berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya aku perkenankan permintaanmu” (Q.S. Ghafir: 60)

Saat ini di musim pandemi, hendaknya doa dikencangkan oleh segenap umat. Pemimpin harus mengomandonya, agar doa-doa serentak membanjiri negeri. Oleh karena, itu sungguh awal yang baik ketika Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengirimkan surat resmi kepada kepala daerah, pendamping desa, dan warga desa untuk menggelar doa bersama (detiknews, 3/7/2021).

Selain doa, hal yang juga tidak boleh ditinggalkan adalah ikhtiar atau usaha. Dulu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdoa dengan yakin dan beliau pun juga berikhtiar dengan maksimal untuk kesuksesan dakwahnya. Beliau juga shalat hingga kakinya bengkak demi meraih surga penuh kenikmatan, padahal kita tahu bahwa Rasul adalah kekasih Allah yang sudah dijamin Surga. Rasulullah memberi contoh bahwa hidup ini berlaku sebab-akibat. Karena dalam hidup kita punya dua kapasitas. Kapasitas yang dikuasai manusia dan kapasitas yang tidak dikuasai manusia. Inilah qada dan qadar. Pandemi merupakan ketetapan Allah yang tak kuasa dicegah manusia. Di sisi lain sebagai manusia yang dikaruniakan akal, fisik dan alam semesta kita mampu bersikap aktif untuk melakukan upaya preventif dan pengobatan medis. Ini kapasitas yang kita kuasai.

Alquran membawa pesan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum ia mengubah apa yang ada dalam dirinya. Inilah dalil bahwa usaha adalah teman sejati doa. Doa tanpa usaha sia-sia. Usaha tanpa doa, sombong. Karena doa adalah bentuk pengakuan akan keMaha-an Allah dan kelemahan manusia.

 Banyak hal yang bisa kita usahakan untuk mencegah pandemi sebelum dia menggila. Salah satunya adalah pertaubatan secara menyeluruh. Kerap kali musibah datang sebab manusia sudah terlalu melampaui batas di muka bumi. Terlalu banyak pelanggaran terhadap hukum-hukumNya dan melupakan kehadiratNya dalam hidup ini.

Misalnya, penguasa yang tidak menegakkan keadilan secara haq. Para kapital atau pemilik modal yang rakus sehingga mengeksploitasi bumi tanpa mengindahkan ketentuan Allah. Individu-individu yang individualisme bergaya hidup liberal dan hedonis. Hukum-hukum Allah dicampakkan diganti dengan hukum buatan manusia.

Barangkali dosa-dosa itulah yang menyebabkan doa-doa kita selama ini tidak mampu menembak mati wabah pandemi. Ada dosa yang menghalangi doa kita untuk tembus ke langit. Teringat teguran Umar kepada masyarakat Madinah di mana saat itu terjadi gempa beliau mengatakan, "hai manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah) andaikata gempa ini kembali terjadi, aku tak akan bersama kalian lagi!"

Lihatlah, di mata Umar betapa bahayanya dosa bagi keamanan negeri. Sampai-sampai beliau mengancam akan meninggalkan rakyatnya. Sementara Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,

“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87)

Lekaslah kembali. Bersama-sama kita kembali kepada syariat Nya. Sungguh, Tuhan ingin kita sama-sama mendekat lagi kepadanya. Panjatkan doa permohonan maaf atas salah dan khilaf sebagai pembuka permohonan berikutnya. Menuju takdir baru korona. Memang, manusia tidak bisa mengubah takdir, sebab itu bukan kapasitasnya. Namun dengan doa dan ikhtiar manusia bisa lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Pemimpin, para pengisi panggung pemerintahan hingga rakyat bersama-sama kembali kepada syariat Nya dengan total. Berpindah dari pandangan hidup jahiliyah menuju pandangan hidup islami. Mengganti sandaran hukum kehidupan dengan standar-standar Qur'ani.

Kini, sudah saatnya kita sadar, bangkit dan tidak berdiam diri pada takdir yang sedang mengekang kita. Jangan diam apalagi abai. Setiap dari kita adalah pahlawan kesehatan. Berlarilah dari pandemi ini dengan pertobatan kolektif, mengindahkan protokol kesehatan, menguatkan iman dan imun, serta apa saja yang membuat Allah ridha. Lalu malaikat tersenyum dan mendoakan kembali kita dengan hal-hal yang baik. Insyaallah Allah mempertemukan kita dengan takdir baru korona; dunia sembuh dari pandemi.

"... Sesungguhnya takdir itu tidaklah berubah kecuali dengan doa. Sesungguhnya doa dan takdir saling berusaha untuk mendahului, hingga hari kiamat..." (HR. Ahmad no. 22438, Ibnu Majah no. 22438, dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij Al-Musnad)

Penulis: Dewi Murni, Aktifis Dakwah Balikpapan.

***

Opini ini adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Presisi.co

Baca Juga