search

Daerah

Omnibus Law Cipta KerjaPenolakan Omnibus LawSamarindaKalimantan TimurDPR-RI

Bersatu, Mahasiswa dan Buruh di Samarinda Tolak Disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja

Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 06 Oktober 2020 | 1.074 views
Bersatu, Mahasiswa dan Buruh di Samarinda Tolak Disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja
Mahasiswa dan Buruh Bersatu Tolak Disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja di Hadapan Kantor Gubernur Kaltim. (Foto : Istimewa)

Samarinda, Presisi.co - Aksi penolakan disahkannya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR-RI pada Senin (5/10/2020) malam kemarin turut berlangsung di Kota Tepian, Samarinda. 

Puluhan mahasiswa dan buruh, ramai-ramai mengepung Kantor Gubernur Kaltim menyuarakan aspirasi mereka dengan satu tuntutan yang sama, yakni gagalkan omnibus law hingga reformasi dikorupsi, Selasa (6/10/2020) siang.

Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Samarinda, Alfons ditengah aksi kepada awak media menyebut jika aksi yang mereka gelar ini, tak hanya berlangsung di Samarinda, namun serentak di Indonesia. 

"Kami (mahasiswa) dan buruh meminta pemerintah segera mencabut undang-undang yang sudah disahkan ini," tegasnya.

Lanjut dikatakan Alfons, puncak dari aksi penolakan ini disebutnya akan berlangsung pada 8 Oktober mendatang. Ia menyebut, ada empat poin yang menjadi sorotan. Mulai dari kontrak seumur hidup di Pasal 61 yang sebelumnya tidak dimuat dalam UU Ketenagakerjaan.

"Ini jelas merugikan pekerja. Jangka waktu kontrak saat ini berada di tangan pengusaha. Ujungnya, para pekerja hanya dikontrak seumur hidup," sebutnya.

Lanjut dikatakan Alfons, poin kedua yang turut disorot lantaran Omnibus Law disebut menghapus hak libur mingguan selama dua hari untuk lima hari kerja. Dipasal 79 ayat 2, poin b disebutkan istirahat mingguan hanya berlaku satu hari dari enam hari kerja dalam satu minggu. Dan pasal 79 ayat 5 juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun.

"Ketiga, sistem upah. Pasal 88 B UU Cipta Kerja mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Skema ini bakal jadi dasar perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam," tambahnya.

Terakhir, dengan terbitnya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini, pekerja diyakini rentan dengan pemutusan hubungan kerja sama. Ini diatur dalam pasal 56 ayat 3, mengenai jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan berdasarkan kesepakatan para pihak. Dengan kata lain, ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu alias PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga bikin pekerja rentan PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

"Dengan begini, kerugian yang akan dialami para buruh kita akan semakin bertambah," pungkasnya.