Gejolak Persoalan Transmigran di Paser, Ketua DPRD Kaltim Angkat Bicara
Penulis: Akmal Fadhil
6 jam yang lalu | 0 views
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas'ud. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Program transmigrasi di Kabupaten Paser kembali menuai perhatian publik. Di satu sisi, pemerintah melihatnya sebagai solusi untuk pemerataan penduduk dan pemanfaatan lahan belum tergarap. Di sisi lain, muncul kekhawatiran dari masyarakat lokal terkait dampaknya terhadap budaya, lingkungan, hingga distribusi sumber daya.
Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menilai bahwa transmigrasi memiliki potensi strategis dalam mendukung pembangunan wilayah, khususnya di daerah-daerah dengan jumlah penduduk rendah seperti Paser.
“Jumlah penduduk Kaltim ini masih kurang. Paser, misalnya, hanya punya satu dapil, tidak seperti Kalimantan Selatan yang memiliki dua. Dengan adanya transmigrasi, jumlah penduduk bisa bertambah dan secara politik bisa memperkuat keterwakilan daerah,” kata Hasanuddin saat diwawancarai di Samarinda, Selasa 2 September 2025.
Menurutnya, kekhawatiran masyarakat harus dipahami dan ditelusuri, namun program transmigrasi pada dasarnya tetap positif asalkan memenuhi syarat yang ditetapkan pemerintah.
“Kalau ada transmigran, itu kan untuk mengelola tanah yang belum digarap. Pemerintah juga menyaratkan sesuai aturan. Kalau ada penolakan, kita harus cari tahu akar masalahnya,” tambahnya.
Program Masih Berjalan, Warga Lokal Tetap Diutamakan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, H. Rozani Erawadi, menyampaikan bahwa saat ini program transmigrasi masih berlangsung di beberapa Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), termasuk di kawasan Kladen, Paser.
“UPT Kladen memiliki kuota 140 Kepala Keluarga Transmigran (KKT). Saat ini baru sekitar 60 KKT yang sudah menempati. Tahun ini, pemerintah membangun tambahan 50 unit rumah agar kuota bertambah,” jelas Rozani.
Ia menegaskan bahwa prioritas penempatan tetap diberikan kepada warga lokal.
“Sekitar 75 persen kuota kami berikan kepada warga lokal. Sisanya baru diisi dari luar daerah, sesuai regulasi,” tambahnya.
Selain tempat tinggal, transmigran juga mendapatkan bantuan pangan selama masa adaptasi dan fasilitas seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk penerangan.
Meski pemerintah berupaya menjaga keseimbangan, sejumlah kelompok masyarakat di Paser menyuarakan keberatan.
Mereka menilai program transmigrasi berpotensi menimbulkan dampak negatif, terutama jika tidak melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan.
Beberapa kekhawatiran warga di antaranya: • Perubahan budaya lokal akibat masuknya komunitas baru, • Persaingan dalam mengakses lahan, air, dan sumber daya alam lainnya, • Potensi ketimpangan distribusi lahan antara warga lokal dan transmigran, • Risiko konflik sosial karena perbedaan latar belakang budaya dan ekonomi, • Ancaman terhadap kelestarian lingkungan akibat eksploitasi lahan, • Kurangnya partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan, • Keterbatasan infrastruktur yang belum siap menampung tambahan penduduk.
Isu-isu ini memperlihatkan bahwa penerimaan terhadap program transmigrasi tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan ekologis daerah.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Dengan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang sedang dibangun di wilayah Kalimantan Timur, transmigrasi akan menjadi salah satu instrumen strategis untuk menyeimbangkan distribusi penduduk dan mendorong pembangunan kawasan penyangga seperti Paser.
Namun, pengamat menilai bahwa keberhasilan program transmigrasi tidak hanya bergantung pada pembangunan fisik, tapi juga pada pendekatan sosial, komunikasi dengan masyarakat adat, dan jaminan keadilan dalam pengelolaan sumber daya.
DPRD Kaltim menyatakan siap memfasilitasi dialog antara pemerintah dan masyarakat agar kekhawatiran yang muncul dapat dijawab secara terbuka dan solutif. (*)