search

Advetorial

DPRD KaltimSengketa Tanah

DPRD Kaltim Turun Tangan Mediasi Sengketa Tanah Keluarga Hairil Usman dan Keuskupan Samarinda

Penulis: Akmal Fadhil
Rabu, 11 Juni 2025 | 90 views
DPRD Kaltim Turun Tangan Mediasi Sengketa Tanah Keluarga Hairil Usman dan Keuskupan Samarinda
Jajaran Komisi I DPRD Kaltim saat memfasilitasi permasalahan sengketa tanah. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Sengketa tanah antara keluarga Hairil Usman, ahli waris almarhum Djagung Hanafiah, dan Keuskupan Agung Samarinda menjadi perhatian serius Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).

Persoalan ini mencuat lantaran adanya klaim tumpang tindih atas kepemilikan lahan di Jalan Damanhuri II, RT 29, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Kota Samarinda.

Kuasa hukum keluarga Hairil, Mukhlis Ramlan, menyatakan bahwa lahan tersebut awalnya dibeli oleh kliennya dari Margaretha dan suaminya pada tahun 1988, dengan ukuran 20x30 meter.

Namun kini, lahan itu diklaim telah berkembang menjadi sekitar 4.000 meter persegi dan disebut sebut telah dihibahkan ke pihak Keuskupan tanpa dasar hukum yang jelas.

“Yang diterima Keuskupan secara resmi hanya surat pelepasan hak seluas 974 meter persegi. Jadi kami pertanyakan dasar klaim terhadap lahan seluas 4.000 meter itu,” ujar Mukhlis.

Pihak keluarga mengaku telah berupaya menyelesaikan secara kekeluargaan, termasuk melalui mediasi di Kecamatan Sungai Pinang pada 2017.

Namun hingga kini, belum ada kejelasan hukum soal dokumen hibah tersebut.

Akibat kebuntuan itu, keluarga Hairil memilih membawa persoalan ini ke DPRD Kaltim untuk mencari penyelesaian yang adil tanpa tindakan lapangan yang bisa memicu konflik sosial.

“Kami ingin penyelesaian secara konstitusional. Ini soal hak atas tanah, tapi juga menyangkut rumah ibadah. Kami tetap menghormati keberadaan Keuskupan,” tegas Mukhlis.

Komisi I DPRD Kaltim, yang memiliki kewenangan di bidang hukum dan pertanahan, langsung merespons aduan tersebut.

Wakil Ketua Komisi I, Agus Suwandi, menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan sengketa ini secara musyawarah dan melibatkan semua pihak, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Jangan sampai kegiatan keagamaan berlangsung di atas tanah yang belum jelas status hukumnya. Kami akan minta penjelasan dari Keuskupan dan dokumen-dokumen resmi yang dimiliki,” kata Agus.

Agus juga menyayangkan ketidakhadiran perwakilan Keuskupan Agung Samarinda dalam rapat perdana yang digelar DPRD.

“Kita berencana menjadwalkan rapat lanjutan pada Selasa pekan depan guna memverifikasi legalitas dokumen dari kedua belah pihak,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi