search

Berita

Raja AmpatTambang Nikel Raja AmpatKLHKementerian Lingkungan Hiduptambang Raja Ampat

KLH Tindaklanjuti Empat Tambang Nikel di Raja Ampat, Begini Hasil Penemuan di Lapangan

Penulis: Rafika
6 jam yang lalu | 16 views
KLH Tindaklanjuti Empat Tambang Nikel di Raja Ampat, Begini Hasil Penemuan di Lapangan
Ilustrasi ekplositasi alam untuk penambangan nikel di Raja Ampat. [Tangkapan layar akun IG Greenpeaceid]

Presisi.co - Empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Kepulauan Raja Ampat kini ditindaklanjuti oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) setelah adanya laporan warga terkait potensi dampak lingkungan di kawasan tersebut.

Aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Manuran, Kawei, dan Manyaifun tersebut belakangan memicu kekhawatiran besar dari publik, termasuk dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam konferensi pers di Jakarta pada Minggu, 8 Juni 2025 menyebutkan bahwa perusahaan yang dimaksud adalah PT GN (Pulau Gag), PT ASP (Pulau Manuran), PT KSM (Pulau Kawei), dan PT MRP (Pulau Manyaifun).

Menurut Hanif, KLH akan mengevaluasi ulang persetujuan lingkungan milik PT GN meskipun secara teknis perusahaan tersebut telah memenuhi standar operasional tambang nikel.

Meski demikian, sambungnya, ada beberapa hal yang harus menjadi pertimbangan.

Pertama, terkait lokasi kegiatan tambang PT GN yang berada di pulau kecil. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kedua, terkait perlindungan ekosistem Raja Ampat. KLH mempertimbangkan faktor-faktor seperti teknologi pengelolaan yang digunakan perusahaan serta kemampuan dalam melakukan rehabilitasi lingkungan.

Sementara itu, terhadap PT ASP, KLH akan melakukan evaluasi ulang terhadap dokumen persetujuan lingkungan yang dimiliki perusahaan tersebut. Tak hanya itu, penegakan hukum lingkungan juga akan dilakukan menyusul temuan indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas perusahaan.

Dari hasil pengecekan di lapangan, ditemukan bahwa kolam pengendapan (settling pond) perusahaan tersebut jebol, sehingga menyebabkan tingginya sedimentasi dan mengakibatkan air laut menjadi keruh.

Sementara itu, PT KSM disebut melakukan kegiatan di area seluas 5 hektare yang melebihi batas wilayah izin berdasarkan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Langkah serupa akan ditempuh oleh KLH terhadap perusahaan tersebut.

Adapun terhadap PT MRP, pemerintah memutuskan menghentikan eksplorasi yang dilakukan tanpa dokumen persetujuan lingkungan, meski perusahaan itu telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

"Jadi karena kegiatannya belum dampaknya terlalu ini, kita hanya menghentikan saja karena belum ada aktivitas apa-apa di kegiatan MRP ini," katanya dilansir dari Suara.com.

Sebagai tindak lanjut, KLH meminta Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk meninjau kembali rencana tata ruang dan kajian lingkungan hidup strategis di wilayah tersebut. Selain itu, KLH akan berkoordinasi dengan tiga kementerian lain, yakni Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kelautan dan Perikanan, serta Kehutanan.

"Dalam waktu yang tidak begitu lama, kami sudah merencanakan perjalanan untuk melihat langsung kondisi lapangan sebagaimana yang dilakukan oleh Bapak Menteri ESDM," kata dia. (*)

Editor: Redaksi