RUU Penyiaran Belum Juga Disahkan, Konten Negatif di Sosmed Makin Tak Terkendali
Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Senin, 11 November 2024 | 242 views
Samarinda, Presisi.co - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kalimantan Timur, Irwansyah menilai lambatnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran berdampak besar pada kualitas penyiaran dan arus informasi di Indonesia, khususnya terkait maraknya konten negatif di media digital.
Meski RUU ini telah berulang kali masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebagai prioritas, nyatanya hingga kini belum juga disahkan oleh DPR RI. Irwansyah mengungkapkan, walaupun dirinya sudah menjabat selama enam tahun, undang-undang tersebut tidak juga disahkan.
"Setiap tahun, UU Penyiaran selalu masuk urutan pertama Prolegnas, tapi nyatanya hanya janji manis," ujar Irwansyah selepas diskusi Ngopi (Ngobrolin Pilkada) di D'bagios Cafe pada Senin, 11 November 2024.
Ia menyebut, KPID Kaltim bahkan telah melayangkan surat dan berkomunikasi dengan Kementerian dan DPR RI, mendesak pengesahan UU ini karena menilai kondisi penyiaran di Indonesia sudah dalam tahap darurat.
Irwansyah menyoroti, tanpa regulasi yang memadai, media digital menjadi wadah bagi konten negatif yang mengancam generasi muda. Seperti judi online, permainan yang tidak edukatif, hingga konten berbau kekerasan dan pornografi. Regulasi yang kuat dibutuhkan untuk mengatur konten-konten yang bebas beredar di media digital.
"Generasi kita ini sudah carut-marut. Media digital tanpa aturan jelas ini masuk begitu saja ke masyarakat, tanpa ada pihak yang bertanggung jawab," tegasnya.
Lebih lanjut, Irwansyah menyampaikan perlunya dukungan dari berbagai pihak, termasuk media dan masyarakat, untuk mendorong pengesahan UU Penyiaran. Karena, RUU Penyiaran tidak mendapatkan dorongan yang cukup besar dari masyarakat, berbeda dengan undang-undang lain seperti UU Pemilu atau UU KPK yang kerap mengundang aksi massa.
"Dampaknya besar sekali. Kita lihat konten media digital sekarang ini bisa menyebabkan kekerasan dalam keluarga, pornografi, hingga adu domba berbasis agama dan suku. Kami di KPID tidak punya wewenang untuk menindak akun-akun yang menyebarkan konten negatif di media sosial, karena tidak ada aturannya," jelasnya.
Irwansyah menduga, ada kemungkinan kepentingan politik yang menghambat pengesahan RUU Penyiaran ini, mengingat banyak media penyiaran yang dikuasai oleh pihak-pihak atau figur yang memiliki pengaruh.
"Saya menduga ada pihak-pihak besar yang sengaja menahan pengesahan RUU ini. Padahal, kalau sudah masuk Prolegnas urutan pertama, tinggal ketuk palu saja," tandasnya.
Selain itu, Irwansyah menyebut, ada beberapa kontroversi di dalam RUU penyiaran. Seperti aturan yang membatasi Liputan investigasi oleh jurnalis dalam draft RUU, kerap digunakan sebagai alasan menunda pengesahan. Padahal, hal tersebut bisa disesuaikan tanpa menghambat regulasi yang lebih luas. (*)