Penulis: Giovanni Gilbert Anras
Sabtu, 10 Agustus 2024 | 990 views
Samarinda, Presisi.co - Di tengah gemuruh modernisasi Kota Samarinda, Museum Samarinda hadir sebagai tempat yang menyimpan dan merawat jejak sejarah serta budaya lokal. Museum yang berlokasi di Jalan Bhayangkara ini, menjadi saksi bisu perjalanan Kota Tepian yang tak banyak diketahui oleh masyarakat.
Museum ini merupakan museum pertama di Kota Samarinda dan saat ini museum dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Samarinda.
Museum Samarinda memiliki konsep arsitektur bangunan kotak memanjang sederhana yang terinspirasi dari Rumah Lamin khas Kalimantan dikolaborasikan desain modern dengan sentuhan pola curtain wall (frame kaca) Sarung Sedjati Samarinda.
Kenaikan Kunjungan Museum Samarinda
Museum Samarinda, yang juga dikenal sebagai Museum Samarendah, bukan hanya menyimpan koleksi foto-foto dan artefak berharga, tetapi juga menjadi ruang edukasi bagi generasi muda yang ingin memahami sejarah dan budaya kotanya. Dengan arsitektur yang terinspirasi dari Rumah Lamin khas Kalimantan dan sentuhan modern, museum ini menarik perhatian pengunjung dari berbagai kalangan, terutama saat akhir pekan.
Kepala Museum Samarinda, Ainun Jariahdi, mengungkapkan bahwa jumlah pengunjung terus meningkat, terutama selama event-event besar seperti East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) yang baru saja digelar. "Setiap minggunya, kami menerima sekitar 1.000 pengunjung, baik dari dalam kota maupun dari luar daerah," ujar Ainun.
Menurut data dari Museum yang masih berumur 3 tahun itu, jumlah pengunjung untuk tahun ini sudah mencapai 6318 kunjungan yang terdiri dari 2276 pengunjung laki-laki dan 3542 pengunjung perempuan.
"Museum ini sebetulnya ramai, tapi karena bukan prioritas bagi banyak orang, mungkin terlihat sepi. Kami berharap dengan lebih banyak perhatian dari pemerintah dan masyarakat, museum bisa menjadi destinasi utama, bukan sekadar pilihan kedua," tambahnya.
Koleksi Museum Samarinda
Museum Samarinda memperkenalkan sejarah singkat Kota Samarinda melalui 200 lebih koleksi foto berupa dokumentasi foto wali kota Samarinda dari masa ke masa. Kemudian ada koleksi foto Kota Samarinda tempo dulu, dokumentasi perkembangan Masjid Shiratal Mustaqiem, Masjid Raya Darussalam Samarinda, Kantor Penerbitan Nasional dan masih banyak lagi.
Selain itu juga terdapat berbagai keramik yang berumur 50 tahun, berbagai replika artefak, alat pembuat kain sarung Samarinda, kerajinan tangan suku Dayak seperti kopiah, alat musik khas Kaltim dan sebagainya.
Koleksi museum yang diunggulkan ialah busana sarung Samarinda motif belang Hatta, seperangkat alat penginangan, dan bening dayak yang merupakan alat tradisional untuk menggendong bayi bagi suku Dayak Kenyah dan Dayak Bahau.
Koleksi lainnya adalah koleksi senjata perang seperti Mandau Dayak Kenyah, Sapeq Karaang yang merupakan alat musik tradisional suku Dayak Bahau dan replika prasasti yupa Muara Kaman.
Masyarakat juga bisa mengakses berbagai informasi dengan menggunakan komputer layar sentuh yang tersedia di Museum Samarinda. Di dalam komputer tersebut juga tersedia berbagai informasi yang interaktif.
Ainun menyoroti pentingnya dukungan dari pemerintah kota dan provinsi untuk memperkuat fungsi museum sebagai tempat penyimpanan sejarah dan budaya. Ia melihat fenomena dimana generasi z hanya berminat untuk mengunjungi mall sebagai sarana rekreasi.
Padahal, rekreasi di Kota Samarinda tidak hanya ada mall saja. Selain Museum Mulawarman, masih banyak sekali tempat wisata yang dapat dikunjungi masyarakat apalagi ada beberapa tempat wisata untuk menambah edukasi seperti Museum Samarinda ini.
"Museum ini menyimpan banyak informasi budaya yang penting bagi masa depan generasi kita. Seharusnya, museum menjadi prioritas dalam penganggaran karena perannya dalam melestarikan sejarah bangsa," jelasnya.
Museum ini juga menyimpan replika Yupa, prasasti kuno yang memuat sejarah Kerajaan Mulawarman. Meskipun belum sepenuhnya diterjemahkan, menyatakan pentingnya mentranskripsikan prasasti tersebut untuk mendukung penelitian dan pengetahuan sejarah.
Ia juga menekankan bahwa museum tidak hanya penting untuk pelestarian budaya lokal, tetapi juga untuk mencegah pergeseran nilai budaya di tengah perkembangan kota sebagai penyangga Ibu Kota Negara (IKN).
"Wajib bukan sunnah lagi, jika kita tidak memperhatikan budaya, saya khawatir akan ada pergeseran nilai budaya yang dapat mengaburkan sejarah kita," ujarnya.
Ia mencontohkan, jika misalkan ada investor asing yang akan membeli rumah atau lahan-lahan yang sebelumnya menjadi tempat berkembangnya budaya lokal. Bisa saja masyarakat lokal dengan berbagai kebudayaan di suatu tempat tersebut dapat tergeser dan semakin tergerus.
“Saya akan bilang mungkin 30 tahun yang akan datang itu sudah akan tidak tampak dan itu harus dipikirkan dari sekarang. Jika tidak diperhatikan dan dirawat, kemungkinan investor yang masuk dan punya uang akan membeli lahan mereka. Sehingga masyarakat lokal akan pindah kampung dan berganti dengan kampung nama lain,” jelasnya.
Ia juga membayangkan, jika Musesum atau Negara Indonesia tidak membuat koleksi benda bersejarah untuk diperkenalkan kepada generasi yang akan datang. Maka, generasi yang akan datang semakin kehilangan identitas dan tidak mengenal lagi perjuangan dari pahlawan-pahlawan yang mati-matian memerdekakan bangsa ini.
“Bayangkan saja, sejarah bangsa kita ini banyak tercatat di tersimpan di Museum Belanda kan Lucu kan gitu. Nah, itu yang saya sayangkan karena kita tidak peduli. Anggaplah seperti pedangnya Pangeran Diponegoro, akhirnya anak generasi kita yang mau melihat bagaimana sih pedang Diponegoro cuma bisa lihat di Belanda,” ungkapnya.
Dengan dukungan lebih lanjut dari pemerintah, Ainun berharap Museum Samarinda bisa menambah koleksi dan fasilitas untuk menarik lebih banyak pengunjung.
"Kami saat ini memiliki 314 koleksi, jumlah yang menurut saya masih kecil. Dukungan dari pemerintah sangat diperlukan untuk menambah koleksi yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat asli Samarinda," kata.
Dalam menghadapi masa depan, berharap pemerintah dan masyarakat lebih peduli terhadap museum dan nilai sejarah yang disimpannya, terutama dalam konteks perkembangan Samarinda sebagai kota penyangga IKN.
Museum Samarinda dapat dikunjungi secara gratis dari hari Selasa - Minggu dari pukul 08.30-15.00 WITA dan akan tutup setiap hari Senin. Untuk informasi lebih lanjut, pengunjung bisa memantau sosial media dari Museum Samarinda melalui Instagram @museumkotasamarinda, Facebook, Tiktok, dan Youtube. (*)