Krisis Air Jadi Ancaman Besar di Tengah Megahnya Proyek Pembangunan IKN
Penulis: Rafika
Kamis, 18 Juli 2024 | 331 views
Presisi.co - Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) terancam mandek akibat krisis air yang melanda wilayah tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Greenpeace Indonesia yang menemukan fakta bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memprioritaskan aspek sosial dan lingkungan dalam proses pembangunan, sehingga memperparah krisis air yang sudah ada.
Arie Rompas, Forest Campaigner Team Leader Greenpeace Indonesia, menjelaskan bahwa Kaltim memang dikenal sebagai wilayah dengan hutan yang luas. Namun, perubahan iklim, perusakan hutan, dan alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit dan pertambangan menyebabkan minimnya serapan air hujan.
"Kalimantan dikenal kawasan hutan tapi airnya tidak ada, bisa jadi ini menandakan krisisnya meningkat. Artinya memang di level 7-8, kalau kita mau lihat dari skala 10," kata Arie dalam siaran langsung Instagram bersama @independenid, dikutip dari Suara.com, Rabu (17/7/2024).
"Ini akan bermasalah ke depan karena sekarang saja penduduknya masih sedikit, apalagi kemudian sudah ada penduduk," sambungnya.
Meski pemerintah telah mencpba menanggulangi permasalahan tersebut dengan pembangunan waduk. Arie menilai solusi itu hanya bersifat sementara.
Ia juga mengkritik proses penyusunan analisis dampak lingkungan (Amdal) IKN yang hanya memakan waktu satu tahun. Hal ini menunjukkan minimnya perhatian pemerintah terhadap prasyarat sosial dan lingkungan.
Menurut Arie, krisis air dan permasalahan lingkungan lainnya diduga menjadi faktor penghambat lambatnya pembangunan IKN.
"Memang ini sesuatu yang krisis dan harus dihentikan pembangunannya. Karena lagi-lagi, prediksi kenapa prosesnya lambat ya karena ada problem soal tanah termasuk soal air," kata Arie.
Permasalahan lingkungan juga menjadi faktor minimnya minat investor asing untuk menanamkan modal di IKN meski pemerintah Indonesia telah menjanjikan hak guna usaha (HGU) hampir dua abad.
"Walaupun dikasih tanah 190 tahun dengan kebijakan sekarang, tapi kalau nggak ada air gimana orang mau hidup di tanah yang gersang. Seharusnya sih pemerintah menghentikan dan mengevaluasi kembali prasyarat lingkungan, prasyarat sosial ini harus dipenuhi dulu," katanya. (*)