search

Berita

Sengketa LahanPT BISMPaulinus DugisKutai BaratKasus Lahan RN

Dari Ahli Waris Sah ke Tersangka: Kronologi Sengketa Lahan RN Melawan PT BISM

Penulis: Akmal Fadhil
1 jam yang lalu | 0 views
Dari Ahli Waris Sah ke Tersangka: Kronologi Sengketa Lahan RN Melawan PT BISM
Paulinus Dugis saat diwawancarai awak media. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co - Kuasa hukum RN, Paulinus Dugis, membeberkan kronologi sengketa lahan seluas ±27,2 hektare di Kampung Linggang Marimun, Kecamatan Mook Manaar Bulan, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, yang berujung pada penetapan kliennya sebagai tersangka.

Paulinus menjelaskan, RN merupakan ahli waris sah dari almarhum Limpas Mpo Dokaaq berdasarkan Surat Keterangan Pembagian Hak Waris tertanggal 20 Juni 1992. 

Sejak saat itu, keluarga RN menguasai dan mengelola tanah tersebut secara turun-temurun selama kurang lebih 33 tahun.

“Di atas lahan itu dilakukan aktivitas perkebunan, mulai dari tanaman palawija hingga tanaman keras seperti karet, nangka, lai, buah kapur, jentika, dan rotan sega,” kata Paulinus Senin 15 Desember 2025.

Dalam perkembangannya, RN menjual sebagian lahan seluas 8 hektare kepada PT Bina Insan Sukses Mandiri (BISM). 

Namun, sisa lahan dari total ±27,2 hektare kemudian diklaim oleh Saudari Riya, sehingga memicu sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme lembaga adat, mulai dari tingkat kampung hingga Lembaga Adat Besar (LAB) Kabupaten Kutai Barat.

LAB Kutai Barat selanjutnya mengeluarkan putusan Nomor: 01.072/LABK-BK.SP/III/2024 yang dibacakan dalam sidang terbuka pada Selasa, 11 Maret 2025. 

Dalam putusan tersebut, LAB menyatakan Surat Keterangan Pembagian Hak Waris tertanggal 20 Juni 1992 sah sebagai rujukan hak waris keluarga Limpas Mpo Dokaaq.

Putusan itu juga menetapkan pembagian lahan, yakni 18 hektare sebagai hak milik RN dan keluarganya, serta 10,2 hektare sebagai hak milik Saudari Riya dan keluarganya.

“Putusan adat tersebut sangat jelas dan tegas. Tidak ada lagi ruang multitafsir terkait pembagian tanah,” ujar Paulinus.

Usai putusan adat, Saudari Riya menjual lahan miliknya seluas 10,2 hektare kepada PT BISM. Dengan transaksi tersebut, menurut kuasa hukum RN, Saudari Riya tidak lagi memiliki hak atas tanah di dalam area ±27,2 hektare tersebut.

Namun, pada 20 Agustus 2025, Saudari Riya mengirimkan surat pemberitahuan kepada RN yang menyatakan menolak putusan adat serta mengklaim telah menjual lahan seluas 19,2 hektare kepada PT BISM, sekaligus meminta RN tidak mengganggu lahan tersebut.

Paulinus menilai pernyataan tersebut bertolak belakang dengan fakta dan putusan adat yang telah disepakati. Ia menegaskan, penjualan 19,2 hektare itu mencakup sekitar 9 hektare tanah milik RN.

“Saudari Riya sudah tidak memiliki tanah di area tersebut. Penjualan 19,2 hektare jelas masuk ke tanah klien kami,” tegasnya.

Atas dasar itu, Paulinus menduga terdapat unsur perbuatan melawan hukum, baik dari Saudari Riya maupun PT BISM, yang dinilai mengetahui status hukum tanah tersebut.

Dugaan penjualan dengan cara tipu muslihat pun telah dilaporkan ke Polres Kutai Barat, Polda Kalimantan Timur.

Selain itu, Petinggi Kampung Linggang Marimun juga telah mencabut Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Saudari Riya yang dijual kepada PT BISM karena dinilai cacat administrasi dan tumpang tindih dengan tanah yang telah memiliki legalitas.

Paulinus juga menyoroti penetapan RN sebagai tersangka yang dinilainya janggal. Sebab, RN sebelumnya merupakan pelapor atas dugaan penyerobotan lahan, perusakan, dan pemalsuan dokumen.

RN kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 19 September 2025 atas laporan PT BISM dengan sangkaan menghalangi kegiatan usaha pertambangan sebagaimana Pasal 162 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. 

Namun dalam proses penyidikan, RN justru dikenakan UU PRP Nomor 51 Tahun 1960 tentang Penggunaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak, tanpa pernah dimintai klarifikasi pada tahap penyelidikan terkait undang-undang tersebut.

“Ini menunjukkan inkonsistensi penegakan hukum. Klien kami tidak pernah diperiksa sebelumnya untuk sangkaan UU PRP 51 Tahun 1960,” kata Paulinus.

Ia juga menilai terdapat perlakuan berbeda dalam penanganan laporan. Laporan RN telah dimediasi oleh Polres Kutai Barat pada 8 Oktober 2025 namun belum membuahkan hasil, sementara laporan PT BISM tidak melalui mekanisme mediasi.

Atas rangkaian peristiwa tersebut, kuasa hukum RN menduga kuat penetapan tersangka terhadap kliennya merupakan bentuk kriminalisasi agar PT BISM dapat leluasa menggarap lahan yang masih disengketakan.

“Kami menegaskan, apa yang kami sampaikan ke publik adalah berdasarkan fakta dan kronologi hukum, bukan opini ataupun framing,” pungkas Paulinus Dugis

Sementara itu, sampai saat ini PT BISM belum ada angkat suara mengenai beberapa tudingan yang beredar di sosial media. (*)

Editor: Redaksi