search

Daerah

dprd kaltimHasnuddin Mas'udTunjangan Anggota DewanGaji Dewan

Enggan Komentar Soal Gaji dan Tunjangan, Ketua DPRD Kaltim: Takut Salah Ngomong

Penulis: Akmal Fadhil
4 jam yang lalu | 34 views
Enggan Komentar Soal Gaji dan Tunjangan, Ketua DPRD Kaltim: Takut Salah Ngomong
Potret jajaran Pimpinan dan anggota DPRD Kaltim. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co - Besaran gaji dan tunjangan yang diterima anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur kembali menjadi sorotan publik.

Berdasarkan penelusuran, total anggaran yang dikucurkan untuk pos ini mencapai Rp52,2 miliar per tahun, atau sekitar Rp79 juta per anggota per bulan—meski tidak seluruhnya diterima dalam bentuk tunai.

Sorotan ini muncul seiring meningkatnya keluhan masyarakat terhadap kinerja legislatif.

Di tengah dorongan efisiensi anggaran, publik mempertanyakan mengapa pemangkasan tidak diarahkan ke pos pengeluaran dewan.

Namun, saat dimintai tanggapan terkait transparansi gaji dan tunjangan, Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud memilih enggan menjawab secara terbuka.

“Tidak etislah nanya tunjangan, saya takut salah ngomong, nanti diputar-putar lagi,” ujarnya saat ditemui usai Rapat Paripurna ke-35 di Gedung Utama B DPRD Kaltim, Jumat malam 12 Setember 2025.

Sejumlah anggota dewan lain juga memilih bungkam ketika ditanya isu serupa. Padahal, menurut catatan, DPRD Kaltim beranggotakan 55 orang yang terbagi ke dalam empat komisi.

Dalam penjelasannya, Hasanuddin menyebut ada perbedaan struktur pendapatan antara DPR RI dan DPRD.

Jika di DPR RI menggunakan sistem lump sum (pembayaran menyeluruh tanpa perincian), DPRD Kaltim menerapkan model ad-cost, atau biaya berdasarkan kebutuhan dan pelaporan.

“Kami di DPRD tidak menentukan sendiri. Semua sudah ditetapkan oleh pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri. Kami hanya menerima,” tegasnya.

Meski begitu, Hasanuddin tak menampik adanya kekhawatiran bahwa efisiensi anggaran tahun depan bisa berdampak pada gaji dan tunjangan anggota DPRD. Ia menyebut, kemungkinan efisiensi mencapai hingga 75 persen.

Gaji dan tunjangan dewan yang disebut-sebut mencapai hampir 20 kali lipat dari Upah Minimum Regional (UMR), menimbulkan kesenjangan yang kian terasa di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil.

Masyarakat pun menuntut agar hak finansial besar tersebut sebanding dengan kualitas kerja wakil rakyat di daerah.