LBH Samarinda Minta Komisi Yudisial dan Kejaksaan Memantau Persidangan Kasus Tanah Telemow
Penulis: Akmal Fadhil
8 jam yang lalu | 43 views
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda saat melakukan konferensi pers terkait dugaan kriminalisasi Warga Desa Telemow. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda mendesak aparat penegak hukum menghentikan kriminalisasi terhadap empat warga Desa Telemow, Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, yang saat ini ditahan atas tuduhan pengancaman dan penyerobotan lahan milik PT ITCI Kartika Utama.
Desakan itu disampaikan LBH Samarinda menyusul penggusuran lanjutan terhadap lahan warga oleh perusahaan, yang terjadi bertepatan dengan proses persidangan para terdakwa.
“Ini bentuk tekanan dan kriminalisasi lanjutan. Kami menduga perusahaan sengaja menciptakan konflik baru karena bukti di persidangan lemah,” ujar Fathul Huda, Pengacara Publik LBH Samarinda saat konferensi pers di Kantor YLBHI-LBH Samarinda, Jumat, 16 Mei 2025.
Fathul mengungkapkan, pada Rabu, 7 Mei 2025, bertepatan dengan jadwal sidang, sekitar 10 kepala keluarga di Desa Telemow mengalami penggusuran paksa atas lahan perkebunan mereka. Hal serupa kembali terjadi pada 13 Mei 2025. Warga menyatakan tidak pernah menerima surat pemberitahuan sebelumnya.
Menurut LBH Samarinda, lahan yang digusur telah dikelola warga lebih dari 20 tahun, dan sebagian memiliki bukti kepemilikan seperti sertifikat hak milik (SHM) serta segel.
“Warga tidak hanya kehilangan sawah dan kebun, tapi juga tempat tinggal. Bahkan fasilitas publik seperti puskesmas juga terancam dipindahkan,” kata Fathul.
Salah satu warga berinisial IR, menyampaikan kesaksian secara daring dalam konferensi pers.
“Kami takut masuk kebun. Kami tidak tahu harus menafkahi keluarga dari mana lagi,” ucapnya.
Konflik ini disebut bermula dari terbitnya Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT ITCI pada 2017, yang tumpang tindih dengan lahan warga. LBH Samarinda bersama dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kaltim menyebut kawasan tersebut diklaim masuk proyek pengembangan kawasan industri Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam proses persidangan yang berlangsung sejak 20 Maret 2025, LBH Samarinda mencatat adanya intimidasi terhadap para terdakwa dan saksi.
“Kami menyayangkan sikap hakim yang membuat terdakwa merasa takut. Kami sudah meminta Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan untuk memantau,” katanya.
LBH Samarinda juga menyoroti kejanggalan dokumen hukum yang digunakan perusahaan.
“SHGB lama tidak pernah ditunjukkan. Yang ada hanya versi baru. Kami meragukan keabsahannya, apalagi saat penggusuran dilakukan ketika proses hukum masih berjalan,” ungkapnya.
Situasi ini diperparah dengan dugaan konflik kepentingan, mengingat PT ITCI Kartika Utama disebut terafiliasi dengan keluarga pejabat tinggi negara. Pihaknya meminta Presiden dan Menteri Pertahanan menepati janji untuk menyelesaikan konflik agraria secara adil.
"Jangan biarkan warga ditindas oleh bangsa sendiri,” tegasnya.
LBH Samarinda saat ini tengah menyiapkan gugatan hukum atas kerugian warga dan permohonan evaluasi terhadap legalitas SHGB. WALHI Kaltim turut mendukung upaya tersebut, meski mengaku masih kesulitan mengakses dokumen pendukung dari lembaga-lembaga terkait.
“Ini satu-satunya sumber hidup kami. Kalau tanah diambil, kami tidak bisa makan,” tutur Hasanuddin, salah satu dari empat warga yang kini menjalani proses hukum.
LBH Samarinda juga mengkritik rencana pembatasan waktu persidangan yang dinilai dapat mencederai prinsip peradilan yang adil. Jika pembatasan dipaksakan, mereka menyatakan akan mengambil langkah hukum lanjutan. (*)