Kaltim Masih Andalkan Batu Bara dan PLTU di Tengah Wacana Transisi Energi
Penulis: Muhammad Riduan
Kamis, 01 Mei 2025 | 129 views
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda menggelar diskusi bertajuk “Apakah Kaltim Siap Meninggalkan Energi Fosil?” di Hotel Zoom, Samarinda. (Ist)
Samarinda, Presisi.co – Wacana transisi energi di Kalimantan Timur kembali menuai sorotan. Meski digadang sebagai wilayah strategis dalam agenda transisi energi nasional, kenyataannya Kaltim dinilai masih terjerat ketergantungan terhadap batu bara dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Kritik ini mengemuka dalam forum diskusi bertajuk “Apakah Kaltim Siap Meninggalkan Energi Fosil?” yang digelar oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda, dan dihadiri oleh jurnalis, akademisi, aktivis lingkungan, serta organisasi masyarakat sipil.
Salah satu suara kritis datang dari Mareta Sari, aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, yang menyebut transisi energi saat ini sebagai “transisi palsu.”
“Pemerintah bicara soal pensiun dini PLTU, tapi justru membuka ruang bagi PLTU captive untuk industri nikel. Ini bukan transisi, melainkan akal-akalan mempertahankan energi kotor demi kepentingan industri ekstraktif,” tegasnya pada Rabu, 30 April 2025, kemarin.
Menurut Mareta, jika transisi tidak menyentuh akar persoalan struktural, maka hanya akan memperparah krisis sosial dan ekologis.
“Transisi yang tidak adil adalah bentuk baru dari kolonialisme energi,” katanya.
Kritik serupa disampaikan oleh Fathur Roziqin Fen, Direktur Walhi Kaltim, yang menyebut narasi transisi energi masih elitis dan jauh dari kepentingan rakyat. Ia menyoroti proyek-proyek energi terbarukan yang justru mengorbankan ruang hidup masyarakat.
“Energi terbarukan seharusnya menjadi jalan untuk memperkuat hak rakyat atas lingkungan yang sehat. Tapi jika dikelola dengan model yang sama seperti tambang, kita cuma ganti baju tapi tetap merusak,” ungkapnya.
Padahal, Kaltim memiliki potensi besar dalam energi alternatif seperti surya, mikrohidro, dan panas bumi. Namun, potensi itu dinilai tak akan maksimal tanpa prinsip demokratisasi energi.
Forum diskusi ini menghasilkan deklarasi bersama bertajuk “Kaltim Menuju Energi Bersih”, yang menuntut perlindungan ruang hidup, keberlanjutan, dan partisipasi publik dalam setiap proses kebijakan energi.
Ketua AJI Samarinda, Yuda Almerio, menyebut forum ini sebagai tonggak awal penguatan jurnalisme kritis dalam isu energi.
“Kami ingin membangun jurnalisme transisi energi yang kritis, berbasis data, dan berpihak pada keadilan ekologis,” ujarnya. (*)