Waspada, Gen Z Mahasiswa dan Fresh Graduate Rentan Jadi Korban Perdagangan Orang
Penulis: Rafika
Senin, 08 Juli 2024 | 312 views
Presisi.co - Lebih dari 1.000 mahasiswa dari puluhan universitas di Indonesia pada Mei lalu ditetapkan Mabes Bareskrim Polri sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus program magang "Ferienjob" di Jerman.
Dikutip dari VOA pada Senin (8/7/2024), sebagian korban menuturkan kepada polisi bahwa mereka awalnya diiming-imingi belajar bahasa asing dan bekerja sesuai dengan bidang studi mereka yang dapat dikonversi menjadi 21 SKS.
Korban tergiur janji dua perusahaan rekrutmen yang masuk kampus untuk mensosialisasikan program magang Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM).
Berangkat dengan niat menambah pengalaman kerja di luar negeri, mereka justru dieksploitasi dan bekerja kasar di berbagai sektor seperti logistik, kargo, restoran, pemilahan buah, pengelolaan sampah, dan bahkan kuli bangunan.
Para korban harus berpindah-pindah tempat kerja di 9 kota berbeda selama Oktober-Desember 2023 tanpa gaji, bahkan mereka dibebankan biaya untuk mengurus paspor, visa, ijin kerja, dan tiket pesawat.
Berbicara dalam diskusi publik “Menuntut Hak atas Pemulihan Bagi Korban TPPO” Rabu lalu (3/7), Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Gina Sabrina mengatakan jika semula target korban TPPO adalah warga miskin dan berpendidikan rendah, kini mereka mulai mengincar kalangan terdidik.
"Terakhir, kasus praktik pemagangan di Jerman, FerienJob, kalau masih ingat itu salah satu modus yang mematahkan analisa deretan kasus TPPO selama ini. Ferienjob mengeksploitasi mahasiswa bermodus magang, namun bekerja tidak sesuai keahlian pendidikan yang dimiliki. Menjerat semua kalangan akademisi perguruan tinggi. Kita perlu mewaspadai taktik dan strategi jaringan TPPO agar bisa diungkap dan diberantas.”
Yang lebih menyedihkan, kata Gina, 95% korban adalah perempuan.
Dari 982 aduan dan 1.361 tersangka pelaku yang ditangkap, diketahui bahwa korban TPPO didominasi oleh mereka yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD (33%), SMP (33%), SMA (11%), dan tidak menyelesaikan pendidikan (22%).
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengungkapkan, modus operandi TPPO saat ini mulai merambah ke kalangan terdidik, khususnya Generasi Z yang baru lulus dan memiliki keinginan menggebu-gebu untuk bekerja.
Ditambah lagi, minimnya lapangan kerja di Indonesia pasca pandemi Covid-19, dimanfaatkan oleh para sindikat TPPO untuk menjerat korban baru.
"Kita koar-koar soal teknologi digital, Gen Z, dan lainnya. Data BPS melansir ada 9 juta Gen Z menganggur. Ini fakta soal bonus demografi yang justru menjadi ironi. Kalau selama ini korban TPPO itu miskin, dari pedesaan, pendidikan rendah; kini korban berasal dari perkotaan, secara ekonomi bukan miskin, educated, lulusan sarjana dari kampus, dan lainnya. Ini ironi!,” tukasnya.
Para korban ini, lanjut Wahyu, merasa tidak mungkin tertipu karena memiliki tingkat pendidikan yang memadai. Apalagi, informasi yang didapatkannya mengenai bekerja di luar negeri.
"Sektor digital yang kemudian menjadi iming-iming mereka untuk bisa kerja ke luar negeri, ternyata justru digunakan untuk kejahatan. Mereka dipaksa melakukan scamming online atau judi online.”
Mabes Polri telah membentuk Satgas TPPO pada Juni 2023 dan berhasil mengungkap ratusan kasus serta menangkap para pelakunya. Namun, fokus penanganan hukum masih terpaku pada penegakan hukum dan belum menyentuh pemulihan kondisi korban dan pemberian kompensasi.
Saat ini, Satgas TPPO Polri, Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), dan organisasi masyarakat sipil tengah mencari solusi untuk menggabungkan upaya pemberantasan TPPO dan memenuhi hak korban untuk mendapatkan restitusi dan kompensasi lewat perubahan kebijakan dan penanganan. Ini merupakan pekerjaan rumah besar yang harus segera diselesaikan untuk menuntaskan masalah TPPO. (*)