search

Berita

Cuaca panasIndonesia cuaca panasheatwavegelombang panasBMKGkenapa suhu di Indonesia panas

Bukan Heatwave, Ini Penjelasan BMKG Terkait Cuaca Panas Ekstrem yang Sedang Melanda Indonesia

Penulis: Rafika
Sabtu, 04 Mei 2024 | 721 views
Bukan Heatwave, Ini Penjelasan BMKG Terkait Cuaca Panas Ekstrem yang Sedang Melanda Indonesia
ilustrasi cuaca panas. (Sumber: BMKG)

Presisi.co - Sejumlah kota di Indonesia belakangan ini tengah dilanda cuaca panas ekstrem. Meski begitu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan cuaca panas tersebut bukanlah fenomena gelombang panas atau heatwave.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa berdasarkan indikator statistik pengamatan suhu, fenomena cuaca panas tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai gelombang panas.

“Yang terjadi adalah kondisi cuaca dengan suhu yang relatif tinggi (panas terik). Siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” ungkap Dwikorita, dilansir dari VOA Indonesia.

Dwikorita menuturkan peningkatan suhu yang terjadi di Indonesia ini tidak sama dengan yang terjadi di beberapa negara lain seperti Myanmar, Thailand, India, Bangladesh, Nepal dan China. Di negara-negara tersebut, suhu udara mencapai 41,9 hingga 44,6 derajat Celcius.

Berdasarkan laporan rekapitulasi temperatur dari Global Deterministic Prediction System, Environment, and Climate Change Canada selama beberapa hari terakhir, Dwikorawati mengungkapkan bahwa suhu udara di negara-negara tersebut mencapai puncaknya pada kisaran 41,9 hingga 44,6 derajat Celcius.

Di Indonesia, BMKG mencatat peningkatan suhu di sejumlah wilayah, seperti Jayapura di Papua (35.6 derajat celcius); Surabaya di Jawa Timur (35.4 derajat celcius); Palangkaraya di Kalimantan Tengah (35,3 derajat celcius); Pekanbaru-Melawi di Kalimantan Barat; Sabang di Aceh; dan DKI Jakarta (34.4 derajat celcius).

Cuaca panas ini merupakan siklus yang biasa terjadi setiap tahun dan diprediksi akan berlangsung hingga akhir musim kemarau, yaitu Oktober. Puncak musim kemarau diproyeksikan terjadi pada bulan Agustus hingga September.

“Faktor alam yang menjadi penyebab kondisi ini di antaranya adalah karena posisi semu matahari dan minimnya tutupan awan,” katanya. (*)

Editor: Rafika