Kedatangan Etnis Rohingya Kerap Mendapat Penolakan, Begini Sifat Asli Mereka Menurut Warga Lokal
Penulis: Rafika
Sabtu, 16 Desember 2023 | 520 views
Presisi.co - Gelombang kedatangan pengungsi etnis Rohingya di Aceh terus mendapat penolakan di sejumlah wilayah, tak terkecuali di Pulau Weh. Sejak bulan November lalu, jumlah pendaratan pengungsi Rohingya di Aceh meningkat hingga mencapai seribu dua ratus jiwa.
Pada Sabtu 2 Desember 2023, sekitar 139 pengungsi Rohingya tiba di Pantai Le Meulee, Pulau Sabang. Semula kaum minoritas muslim Myanmar itu ditampung di Balohan. Namun, untuk sementara waktu mereka ditampung di sebuah lokasi di kawasan Dermaga CT-1 akibat munculnya penolakan dari warga.
Salah satu masyarakat yang menolak kedatangan pengungsi Rohingya di Pulau Weh ialah Wak Dolah. Menurutnya, ratusan etnis Rohingya yang mendarat di Pulau Weh ada kesengajaan.
“Kalau terdampar itu lima sampai tujuh orang. Ini bukan terdampar lagi. Sudah banyak masuk ke Aceh, termasuk ke Sabang dua kali (November-Desember). Ini yang paling lama (masih di Sabang) yang kemarin mendarat di Le Meulee yang sebelumnya dibawa keluar dari sini,” katanya kepada VOA -jaringan Presisi.co-, Jumat (15/12).
Lebih lanjut, Wak Dolah mengungkapkan warga tak menyambut kedatangan etnis Rohingya tersebut lantaran merasa kesal dengan perilaku para pengungsi Rohingya sebelumnya yang terkesan semena-mena.
“Mereka bukan lagi cari suaka, misalnya sudah masuk satu kapal. Bakal ada yang masuk lagi nanti. Sudah enak soalnya makan dikasih, semuanya dikasih. Kadang-kadang makanan itu mereka bilang sedikit dan dibuang. Itu di Sabang sudah lebih dari 10 hari. Buang air besar sembarangan jadi semua orang di Sabang complain,” jelas Wak Dolah.
Hal senada juga oleh Nedi, warga Kota Sabang yang juga tak setuju dengan kedatangan para pengungsi Rohingya. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan pengungsi Rohingya dari Pulau Weh.
“Kalau bisa secepat mungkin. Kami khususnya Kota Sabang enggak terima,” ujarnya kepada VOA, Jumat (15/12) malam.
Menurutnya, kedatangan pengungsi Rohingya di Pulau Aceh memiliki sejumlah efek buruk, khususnya bagi masyarakat lokal. Ia pun menyinggung perilaku pengungsi Rohingya di Malaysia yang justru bertindak sesuka hati di negeri orang.
“Alasannya efek ke belakang nanti anak cucu. Nanti mereka yang ribut. Karena sudah ada contoh di Malaysia. Jadi mereka datang bukan lagi untuk suaka. Kalau beberapa tahun sebelumnya itu oke mereka suaka. Tapi sekarang mereka bukan lagi suaka, namun mencari tanah di negara orang, terutama di Aceh,” katanya.
Ditambah lagi adanya faktor kecemburuan sosial. Ia menuturkan di Sabang sendiri ada banyak orang-orang yang lebih layak dibantu dibanding pengungsi Rohingya.
“Ada rasa kecemburuan masyarakat Sabang. Di Sabang banyak anak yatim dan orang susah. Kenapa enggak ada dibantu? Kenapa Rohingya yang enggak punya identitas tanpa dokumen tapi langsung diterima,” kata Nedi.
Ia juga meminta kerja sama dari berbagai pihak, seperti kelonpok nelayan TNI, dan polisi, untuk mencegah pendaratan Rohingya di Aceh.
“Namun saya heran kemarin tiba-tiba Rohingya datang dan tidur di pantai. Keesokannya atau pas kejadian itu tiba-tiba UNHCR (organisasi PBB untuk urusan pengungsi) sudah di tempat, berarti ada apa sebenarnya?” katanya.
Terakhir, Nedi meminta Presiden Joko Widodo untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap kedatangan pengungsi etnis Rohingya di Aceh. Dirinya berharap pemerintah bisa mencegah sebelum etnis Rohingya bertindak lebih jauh seperti yang terjadi di Malaysia.
“Saya mohon ke Pak Jokowi tegas menghadapi Rohingya, jangan sampai seperti Malaysia, itu contoh. Jadi kalau bisa secepat mungkin, Pak Jokowi itu langsung ambil tindakan tegas. Pesan saya kepada Presiden Jokowi untuk tegas dan secepat mungkin mengeluarkan Rohingya dari Sabang. Harus segera dipulangkan,” ujarnya. (*)