Begini Penjelasan Ahli Soal Kelanjutan Pembangunan IKN Jika Anies Terpilih Jadi Presiden
Penulis: Rafika
Kamis, 14 Desember 2023 | 468 views
Presisi.co - Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menjadi satu-satunya capres yang terang-terangan menyatakan kontra terhadap pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Ia pun kerap mengkritik pembangunan IKN di berbagai kesempatan.
Pada momen debat perdana capres yang digelar KPU RI pada Selasa (12/12/23), Anies menilai pemindahan ibu kota negara bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di DKI Jakarta.
Pernyataan tersebut disampaikan Anies saat menjawab pertanyaan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Eks Gubernur Jawa Tengah itu menanyakan pendapat Anies tentang pemindahan ibu kota negara. Sebab, Ganjar menilai Jakarta sudah tidak ideal lagi menjadi ibu kota negara, mengingat banyaknya permasalahan seperti kemacetan dan polusi udara.
"Kalau ada masalah, jangan ditinggalkan, diselesaikan. Itu filosofi nomor satu," jawab Anies.
Menurut Anies, segala permasalahan di Jakarta tidak otomatis selesai dengan pembangunan IKN Nusantara. Terlebih lagi, ia berpendapat bahwa pemindahan ibu kota negara sejauh ini baru berfokus pada pemindahan aparatur negara.
Lalu Ganjar bertanya apakah Anies menolak pemindahan ibu kota negara ke IKN. Anies tak menjawab secara gamblang.
"Kami melihat ada kebutuhan-kebutuhan urgent yang dibangun untuk rakyat. Kalau hari ini, kita belum bisa menyiapkan pupuk lengkap, tetapi di saat sama, kita membangun sebuah istana untuk presiden, di mana rasa keadilan kita?" ucapnya.
Sebelumnya, Anies Baswedan menilai pembangunan IKN belum mendesak. Sebab menurutnya, manfaat dari pembangunan IKN hanya dirasakan oleh aparatur negara.
Hal ini disampaikan eks Gubernur DKI Jakarta tersebut saat menghadiri forum Conference on Indonesian Foreign Policy 2023 di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Sabtu (2/12/2023).
Kata Anies, pembangunan IKN hanya akan memberi manfaat kepada para aparatur negara. Alih-alih IKN, ia menyebut masyarakat Indonesia lebih memerlukan peningkatan pelayanan di sektor mendasar seperti kesehatan dan pendidikan.
"Kalau kami lihat manfaat dari fasilitas kesehatan itu akan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia, tetapi kalau di sini (IKN), dirasakan oleh aparat negara yang nanti bekerja untuk negara," ujar Anies.
Lantas, bagaimana nasib IKN jika pembangunannya tidak dilanjutkan?
Menurut Muhammad Andri Perdana, peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), jika pembangunan IKN tidak diteruskan, maka akan menyebabkan kerugian lantaran proyek-proyek yang sudah dibangun akan terbengkalai. Terlebih lagi, anggaran dari APBN sudah banyak dialokasikan untuk pembangunan IKN.
"Ada juga kerugian lingkungan, di mana hutan-hutan sudah dibuka, itu juga harus direboisasi, harus dikembalikan sebagaimana semula," dikutip dari CNNIndonesia.com.
Walaupun ada potensi kerugian besar jika proyek IKN dihentikan, Andri berpendapat bahwa akan membutuhkan biaya yang lebih besar jika pembangunan Nusantara tetap dilanjutkan dengan skema insentif saat ini.
Menurutnya, pemberian insentif yang dikucurkan oleh pemerintah justru dapat merugikan negara, seperti memberikan fasilitas tax holiday selama 30 tahun untuk sektor infrastruktur.
Oleh karena itu, dia meyakini bahwa pemerintah harus menghindari sunk cost fallacy, yaitu mengambil keputusan keuangan berdasarkan investasi yang sudah dilakukan sebelumnya tanpa mempertimbangkan kondisi yang ada.
"Sunk cost fallacy mengatakan karena kita sudah banyak berinvestasi, sudah memberikan banyak biaya pada IKN, kita harus melanjutkan, kalau enggak, kita rugi. Padahal kalau kita lanjutkan bisa lebih rugi lagi karena dari skema insentif jauh lebih merugikan," katanya.
Tetapi dalam jangka panjang, Andri percaya bahwa kerugian dari penundaan pembangunan IKN dapat menjadi sebuah pelajaran. Sehingga di masa mendatang, investasi yang masuk ke Indonesia harus dilakukan dengan lebih hati-hati, tidak seperti yang terjadi pada proyek IKN.
"Selama ini terutama dalam beberapa bulan terakhir Indonesia seperti sangat mengobral tanahnya, mengobral kapasitas fiskalnya," katanya.
Sementara itu, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita mengatakan bahwa Anies tak memiliki kewenangan untuk membatalkan pembangunan IKN. Sebab, pembangunan IKN sudah menjadi amanat UU.
Menurutnya, upaya yang dapat dilakukan Anies adalah dengan tidak menjadikan IKN sebagai prioritas selama masa pemerintahanny. Hal itu berarti bahwa tidak akan ada lagi prioritas fiskal untuk IKN.
"Artinya, akan tetap ada pembangunan di sana. Boleh jadi nantinya akan menjadi kawasan khusus tertentu atau kawasan pemukiman baru untuk program transmigrasi atau menjadi ibu kota baru untuk provinsi terdekat," katanya.
Ronny yakin bahwa Anies memiliki rencana cadangan untuk IKN yang dapat diterima oleh semua pihak. Dia percaya bahwa Anies tidak akan mengusulkan pembatalan IKN tanpa memiliki rencana pengganti.
"Dengan kata lain, investasi swasta yang sudah terlanjur terjadi di sana masih berpeluang menemukan jalannya sendiri, jika memang swasta sudah berinvestasi secara serius di sana, karena sudah menjadi amanat UU," katanya.
Lebih lanjut, Rony menuturkan Anies memang memiliki rekam jejak menghentikan sejumlah proyek besar seperti reklamasi Jakarta yang saat ini masih terbengkalai. Namun, ia menegaskan bahwa konteks dan status hukum antara proyek reklamasi dan IKN berbeda.
Kota baru dari reklamasi, sambung Ronny, tak jelas status konstitusionalnya. Sementara IKN sudah menjadi amanat UU. Menurutnya, Anies bisa saja mencoba merevisi UU terkait IKN, tetapi ia harus menghadapi berbagai kubu di DPR yang mendukung Jokowi.
Di sisi lain, Ronny menilai persepsi investor tidak akan terpengaruh dengan tidak berlanjutnya IKN.
"Apalagi belum ada investor asing yang benar-benar berinvestasi di sana. Kembali ke reklamasi Ancol, nyatanya tak terlalu mengganggu kepercayaan investor di Jakarta," katanya. (*)