Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 17 Oktober 2023 | 988 views
Jakarta, Presisi.co - Indonesia sejak lama telah menjadi negara yang menjunjung tinggi pluralisme. Setiap warga negara meski berbeda keyakinan mampu hidup berdampingan tanpa masalah yang signifikan.
Namun dalam satu dasawarsa telah terjadi beberapa kali gesekan yang membuat moderasi beragama harus kembali dikedepankan.
Karena itulah dalam Kuliah Kebangsaan bagi Mahasiswa Angkatan 2023 Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dengan tema 'Mahasiswa dan Moderasi Beragama', Wakil Menteri Agama H. Saiful Rahmat Dasuki, S.IP., M.Si. menjelaskan kalau moderasi beragama adalah topik yang penting dalam konteks perkembangan pendidikan, agama, dan kehidupan sosial di berbagai negara khususnya Indonesia.
Menurutnya, moderasi beragama merujuk pada sikap yang seimbang dan moderat dalam menjalani keyakinan agama.
"Di kesempatan hari ini, menjadi sangat penting memahami makna dan maksud moderasi beragama versi Kementerian Agama. Moderasi agama adalah antitesis atas kekhawatiran perkembangan discourse keagamaan ekstrem di tengah masyarakat selama dasawarsa terakhir," cetus tokoh Betawi tersebut.
"Diskursus tersebut memiliki relevansi dengan maraknya aksi ekstremisme berbasis agama dan berujung pada kekerasan dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Ada yang terwujudkan secara verbal maupun non verbal. Akhir tahun 2017 yang lalu, beberapa lembaga independen melakukan beberapa kali riset, yang hasilnya hampir memiliki kemiripan. Ancaman ekstremisme berbasis kekerasan dapat muncul serentak dan semarak jika tidak diantisipasi," papar pria yang akrab disapa Gus Saiful.
Menurut Gus Saiful, pelajar dan mahasiswa, termasuk mahasiswa Universitas Moestopo, memiliki peran penting dalam promosi moderasi beragama, karena mereka dapat memberikan dampak signifikan dalam membentuk masyarakat yang toleran, inklusif, dan harmonis. Ini sangat penting karena hampir 25% warga Indonesia masih berusia belajar.
Oleh karena itu, penguatan moderasi beragama diyakini dapat memberikan daya kekebalan dan ketahanan kepada 95% warga Indonesia agar mereka tidak mudah terpengaruh oleh radikalisme dan ekstremisme.
Pada Kuliah Kebangsaan yang dipandu oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, H. M. Saifulloh, S.Sos., M.Si. ini hadir pula Kepala Stasiun Siaran Luar Negeri LPP RRI, Drs. Soleman Yusuf, M.M. yang memberi penjelasan bila pendidikan terkait toleransi dan moderasi beragama perlu disebarkan melalui berbagai saluran agar dapat mencapai masyarakat yang lebih luas.
Sebab pengguna media sosial di dunia, menurut Soleman, telah mencapai 4,76 miliar atau setara dengan 60% populasi dunia. Sementara di Indonesia ada 167 juta pengguna media sosial dengan 153 juta pengguna berusia di atas 18 tahun atau 79,5% dari total populasi.
Penggunaan internet pun termasuk tinggi karena menurut riset setiap harinya masyarakat rata-rata lebih dari 6 jam menggunakan internet untuk berbagai kebutuhan.
"Hal ini tentu bisa dipandang sebagai gambaran penting betapa internet dan media sosial haruslah diperhatikan untuk menyebarkan pesan-pesan positif pada masyarakat," kata Soleman Yusuf.
Perubahan ini mendorong RRI untuk beradaptasi dengan perubahan zaman. RRI kini telah bertransformasi menjadi media penyiaran multiplatform yang dapat diakses oleh masyarakat melalui berbagai platform. Dengan begitu, informasi penting dan edukatif dapat tersampaikan kepada berbagai lapisan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (B), Prof. Dr. H. Paiman Raharjo, M.M., M.Si. menjelaskan bila moderasi beragama dan pluralisme merupakan pedoman penting yang sudah dipegang sejak lama oleh sivitas akademika di lingkungan Universitas Moestopo.
Sebab, pedoman ini merupakan warisan besar yang diberikan oleh pendiri Kampus Merah Putih, Mayor Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. Moestopo yang juga merupakan Pahlawan Nasional.
Untuk diketahui, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) sendiri merupakan perguruan tinggi di Indonesia yang mampu meraih penghargaan Inklusivitas Accreditation Service for International Schools, Colleges & Universities (ASIC) 2021 di Inggris karena dianggap mampu memperlihatkan kemajuan, pencapaian, dan dampak inisiatif inklusivitas dalam konteks promosi pendidikan dan nilai kewarganegaraan global.
"Sejak kampus ini berdiri Universitas Moestopo sudah memegang teguh prinsip-prinsip pluralisme. Sebab Universitas Moestopo adalah universitas yang mampu menegakkan kerukunan agama, serta menjunjung tinggi solidaritas antar agama satu dengan agama lainnya," jelas Prof. Paiman.
"Ini merupakan wujud dari sila ke 1 yaitu Ketuhanan yang maha esa. Yaitu dapat menjaga melihat dan merawat kerukunan dalam beragama," lugas Prof. Paiman. (*)