Azwar Busra Setuju Judicial Review Undang-Undang Minerba, Dukungan Pemprov Kaltim Menunggu Arahan Isran Noor
Penulis: Jeri Rahmadani
Rabu, 23 Juni 2021 | 1.135 views
Samarinda, Presisi.co – Aliansi Fraksi Rakyat Kaltim berunjuk rasa di depan Kegubernuran Kaltim, Rabu 23 Juni 2021. Mereka yang terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, dan Pokja 30 Samarinda ini menyatakan dukungan pengajuan judicial review terhadap Undang-Undang Minerba dalam Omnibus Law, yang didaftarkan pada 21 Juni 2021 secara online oleh Walhi Eknas, Jatam Kaltim, beserta dua warga korban kriminalisasi perusahaan tambang.
Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang menjelaskan, pengajuan judicial review ini merupakan langkah terakhir dalam melawan tambang ilegal. "Esensi judicial review ini mengembalikan mandat mengenai keselamatan masyarakat. Sekaligus ingin mengoreksi sejumlah pasal-pasal yang tidak menguntungkan masyarakat, terutama pemerintah daerah," ujar Rupang, Rabu 23 Juni 2021.
Menurutnya, ada sejumlah pasal yang membuat posisi pemerintah daerah menjadi lemah. Salah satunya pasal-pasal tersebut menjadi ancaman kebijakan moratorium Pemprov Kaltim. Disebutnya, Pemprov Kaltim telah punya inisiatif memoratorium izin pertambangan. "Dengan ditariknya izin pertambangan ke pusat, itu akan mengaktifkan lagi izin-izin yang telah berakhir, yang telah dicabut, dan yang sudah dievaluasi pemerintah daerah," papar Rupang.
Menurut Rupang, tentu ini akan menjadi ancaman terhadap semangat moratorium dalam membendung laju kerusakan lingkungan. Selain berorasi, mereka menjajakan aneka sayur-sayuran sebagai simbol ketahanan pangan di Kaltim yang dianggap terancam operasional pertambangan.
Kelompok ini akhirnya diterima Kepala Bidang Minerba ESDM Kaltim Azwar Busra. Ia mengatakan, jika merujuk kepada persoalan teknis, ia mendukung pengajuan judicial review terhadap Undang-Undang Minerba ini.
"Sejak berlakunya Undang-Undang 23/2020 pada 11 Desember 2020 lalu, seluruh kewenangan kami ditarik ke pemerintah pusat. Kami sangat setuju dengan judicial review," ujarnya, Rabu 23 Juni 2021.
Menurut Azwar, pengajuan ini harusnya tak hanya dilakukan di Kaltim. Melainkan secara serentak di seluruh Indonesia.
Ia membeberkan, akan ada peraturan pemerintah (PP) tentang pendelegasian yang akan keluar tahun ini. Beberapa kali pertemuannya dengan Kementerian ESDM, pendelegasian berkenaan masalah izin batuan non logam, pasir, dan izin pertambangan rakyat. "Kami menunggu PP tersebut dan kita lihat implementasinya," paparnya.
Azwar menegaskan, sejak kewenangan ditarik ke pemerintah pusat, pengawasan operasional di Kaltim sangat kurang. Kewenangan ini juga tidak berjalan maksimal.
Mengenai dukungan Pemprov Kaltim dalam pengajuan judicial review ini, Azwar menunggu pertimbangan Gubernur Kaltim Isran Noor. "Kalau bicara tambang ini dirugikan, kami lihat dulu. Dari segi lingkungan, royalti, itu juga jadi penilaian," terangnya.
Meski demikian, Azwar belum membeberkan berapa jumlah dana bagi hasil (DBH) maupun pendapatan asli daerah (PAD) yang didapat dari bisnis emas hitam tersebut. "Kalau untuk penindakan tambang illegal, kita lihat dulu. Apakah ilegal itu masuk dalam konsesi atau tidak,” ucapnya.
Sepanjang 2020-2021, tercatat 10 operasional pertambangan batu bara yang dipastikan ilegal. Temuan ESMD Kaltim itu telah dilaporkan ke Kementerian ESDM. "Kami sekadar melaporkan. Penindakan tetap berada di pusat," pungkasnya. (*)