Diduga Sebabkan Banjir Bandang, Jatam Minta Penambangan Batu Bara di Berau Dibekukan
Penulis: Jeri Rahmadani
Rabu, 19 Mei 2021 | 909 views
Samarinda, Presisi.co – Jebolnya tanggul Sungai Kelay di Berau, Kalimantan Timur menjadi perhatian Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, dari total 94 konsesi tambang batu bara (93 IUP dan satu PKP2B) yang diterbitkan pemerintah di Kabupaten Berau, terdapat 20 konsesi tambang di sisi Sungai Segah dan Sungai Kelay. Dari jumlah tersebut, tujuh konsesi tambang di antaranya berada di hulu Sungai Kelay.
"Kami menduga praktik penambangan di hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah menjadi biang kerok banjir yang terjadi beberapa tahun ini di Berau," ujar Rupang, Rabu 19 Mei 2021.
Dari 94 izin tambang di Berau, terdapat 16 perusahaan tambang yang telah menambang. Namun daya rusaknya dinilai cukup parah. Apalagi jika seluruh perusahaan tambang itu beroperasi.
Dikatakan Rupang, PT Berau Coal adalah satu-satunya tambang yang status PKP2B di Kabupaten Berau. Total luas konsesi perusahaan ini sebanyak 118.400 hektare. Terbentang dari hulu Sungai Kelay hingga Sungai Segah. Dari citra satelit, tampak telah terjadi pembukaan dan kerusakan hutan dari aktivitas tambang PT Berau Coal di hulu kedua sungai tersebut.
Selain itu, lanjutnya, sepanjang 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang ilegal yang beroperasi di Berau. Semua terkonsentrasi di tiga kecamatan. Yakni Tanjung Redeb, Teluk Bayur, dan Gunung Tabur.
"Bukan hanya tambang batu bara, alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit skala besar di hulu sungai menjadi penyebab banjir bandang yang terjadi pada 12 Mei 2021," imbuhnya.
Jarak antara tepi lubang tambang PT Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB), perusahaan yang tanggul tambangnya jebol, dengan Sungai Kelay sekitar 400 meter.
Dengan demikian PT RUB diduga melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 04/2012 tentang Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Terbuka Batu Bara yang mensyaratkan batas minimal jarak adalah 500 meter.
Tidak hanya PT RUB, Rupang menduga sebagian besar konsesi-konsesi tambang yang diterbitkan pemerintah melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim 1/2016 yang menyatakan jarak minimal tambang dengan pemukiman adalah 1 kilometer.
Dari catatan Jatam, hingga 2018, terdapat 123 lubang tambang batu bara di Berau. Perusahaan dengan jumlah lubang tambang terbanyak menurut Rupang adalah PT Berau Coal, yakni sebanyak 45 lubang tambang.
Rupang menerangkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan 11 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) kepada tujuh perusahaan tambang batu bara di Berau.
Total luas IPPKH tersebut, sebut Rupang 10.490,6 hektare. Menurutnya, PT Berau Coal adalah perusahaan yang mendapatkan IPPKH paling banyak dan terluas, yaitu empat IPPKH dengan luas mencapai 5.844,27 hektare.
Sedangkan urutan kedua, lanjut Rupang, dipegang PT Nusantara Berau Coal (NBC) sebanyak dua IPPKH dengan luas 1935,18 hektare.
"Jatam Kaltim mendesak pemerintah segera mengaudit lingkungan menyeluruh terhadap semua perusahaan tambang di Berau," tegas Rupang.
Selama proses audit berlangsung, Jatam meminta pemerintah membekukan seluruh aktivitas tambang. Serta mengambil langkah penegakan hukum yang tegas dan terbuka atas perusahaan tambang yang bermasalah. "Segera pulihkan seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi," pungkasnya. (*)