Laporan Keretakan Pylon 7 Belum Disampaikan ke Kementerian PUPR, Jembatan Mahkota II Batal Dibuka
Penulis: Jeri Rahmadani
Selasa, 11 Mei 2021 | 821 views
Samarinda, Presisi.co – Sirna sudah angan-angan membuka Jembatan Mahkota II sebelum Lebaran. Pasalnya Kementerian PUPR menegaskan belum bisa merekomendasikan pembukaan lantaran berita acara hasil pengukuran sebelum dan sesudah kelongsoran belum disampaikan. Kemudian, laporan keretakan pada pile cap pylon 7 dan bagian lain juga belum dilaporkan. Ini karena Pemkot Samarinda masih menanti crack detection microscope dari Kementerian PUPR.
"Sebenarnya pemkot ingin membuka Jembatan Mahkota II. Sebab dampak penutupannya begitu terasa. Ditambah lagi pembangunan dinding turap di Teluk Bajau belum dilaksanakan karena masih menunggu proses lelang," ungkap Wali Kota Samarinda Andi Harun.
Ia menjelaskan, terdapat dua hasil survei pemeriksaan yang berbeda. Yakni Dinas PUPR Samarinda menyatakan terdapat pergeseran sebanyak 7 milimeter ke kanan dan turun 30 milimeter ke bawah pada pile cap pylon 7. Sedangkan survei PT Nindya Karya, menyatakan tidak ada pergeseran. "Kalau pun ada, tidak melebihi batas margin error," papar Andi Harun.
Ternyata perbedaan hasil survei itu dipengaruhi cara pengambilan titik koordinat yang berbeda pula. Konsultan PUPR Samarinda menggunakan koordinat lokal, sementara PT Nindya Karya menggunakan koordinat global.
Makanya, Andi Harun memutuskan menunggu pernyataan resmi dari Kementerian PUPR. Pemkot Samarinda sudah bersurat pada Senin 10 Mei 2021. Langsung dibalas Kementerian PUPR hari itu juga.
Hasilnya, pembukaan Jembatan Mahkota II Samarinda belum bisa dilakukan. Alasan pertama, berita acara hasil pengukuran sebelum dan sesudah kelongsoran sesuai notulen rapat belum disampaikan. Kedua, laporan keretakan pada pile cap pylon 7 dan bagian lain belum dilaporkan. Ketiga, belum ada pembahasan dengan KKJTJ terkait dua hal tersebut di atas.
Sedangkan untuk mengetahui penyebab keretakan yang terjadi pada pile cap pylon 7, Pemkot Samarinda membutuhkan crack detection microscope yang disediakan Kementerian PUPR.
"Selama enam minggu alat tersebut baru bisa diturunkan di Samarinda. Tapi kami juga mencari alternatif lain. Kalau bisa sebelum enam minggu itu. Kami sudah berkoordinasi dengan beberapa kampus untuk mengusahakan pengadaan alat tersebut," pungkas Andi Harun. (*)