Konflik Lahan di Desa Long Bentuq, Tiga Tokoh Masyarakat Adat Dayak Modang Long Wai Angkat Bicara
Penulis: Jeri Rahmadani
Sabtu, 20 Februari 2021 | 786 views
Samarinda, Presisi.co – Konflik lahan antara PT Subur Abadi Wana Agung (PT SAWA) dengan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur berujung pada dugaan upaya kriminalisasi terhadap tiga tokoh adat setempat.
Masyarakat desa Long Bentuq bahkan memboikot PT SAWA untuk berhenti melakukan aktivitas industri kelapa sawit di wilayah desa. Karena Desa Long Bentuq bukan dalam wilayah hak guna usaha (HGU). Serta, operasional PT SAWA bertentangan dengan status hukum adat.
Tiga tokoh adat yang diduga dikriminalisasi itu adalah Ellisason, Benediktus Bang Lui, dan Daud Luwing. Ketiganya merupakan sosok yang vokal menolak operasional PT SAWA diwilayah hutan adat. Bahkan dari itu, turut disinyalir adanya keterlibatan yang turut diduga mebungkaman suara mereka.
"Mulai Sabtu tanggal 06 Februari 2021, malam Minggu kita dihampiri serombongan Polsek Muaran Calong. Mereka mengantar surat panggilan, kemudian kami tolak. Besok paginya datang lagi, Sabara (Polisi). Saat kita tanya surat tugas, beliau tidak dapat menunjukan. Katanya di mobil, kami suruh ambil, katanya lagi di camp," ujar Ellisason, kepada awak media saat menggelar konferensi pers, Jum'at (19/2/2021).
Dalam konferensi pers disebutkan. Peristiwa penutupan akses jalan yang dilakukan oleh masyarakat adat pada tanggal 30 Januari 2021, dipicu oleh perjuangan masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuq, dalam mempertahankan wilayah adatnya selama 15 tahun. Kendati demikian, apa yang mereka lakukan ini tak juga mendapatkan tanggapan positif dari Pemerintah, apalagi dari PT SAWA atas konflik lahan tersebut.
"Terkait penyelesaian tuntutan masyarakat adat dayak Modang Long Wai di desa Long Bentuq yang mempertahankan hak ulayat mereka yang digusur dan ditanami sawit tanpa persetujuan masyarakat adat dayak Modang Long Wai di Long Bentuq," ujar moderator saat memimpin konferensi pers.
Ketiga tokoh dengan status terpanggil oleh Petugas Kepolisian tersebut pun menyatakan klaim, aksi penutupan jalan oleh masyarakat adat desa Long Bentuq, sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Jalan Umum dan Jalan Khusus. Dimana dikatakan “Setiap angkutan batubara dan hasil Perusahaan Kelapa Sawit dilarang melewati jalan umum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Ayat (1),"
Sementara itu, adanya rencana Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai tanggung jawab PT SAWA terhadap masyarakat adat di Desa Long Bentuq dalam waktu dekat. Dikatakan Ellisason, hal tersebut sangatlah terlambat.
"Masyarakat tidak sedang menuntut plasma dan kemitraan, tapi pengembalian hak adat dan pemulihan lingkungan di wilayah adat Desa Long Bentuq," tandasnya.