Aksi Tolak UU Ciptaker Berakhir Ricuh, Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat Kecam Tindakan Represif Aparat dan Sikap Gubernur Kaltim
Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 13 Oktober 2020 | 1.041 views
Kaltim, Presisi.co - Aksi menolak disahkannya Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di kantor DPRD Kaltim, yang berujung dengan pembubaran paksa pada Senin (12/10/2020) kemarin, mendapat kecaman dari Aliansi Mahasiswa Kaltim Menggugat.
Humas Aliansi Kaltim Menggugat, Elga Baskian lewat rilisnya menyebut, setidaknya ada puluhan mahasiswa yang menjadi korban represif aparat yang membubarkan massa aksi, tepat disaat salah seorang dari mereka mengumandangkan adzan isya.
"Adzan belum terselesaikan, kondisi pun mulai tidak kondusif setelah water canon dan rentetan gas air mata di tembakkan oleh aparat," kata Elga.
Semula, aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja dengan massa aksi sekitar 5.000 ini melakukan longmarch dari Islamic Center Samarinda sekitar pukul 13.30 Wita.
"Omnibus Law UU Cipta Kerja yang baru disahkan merupakan produk UU yang sejak awal telah cacat karena tidak melibatkan seluruh sektor masyarakat yang ada," terangnya.
Oleh sebab itu, massa aksi datang ke depan Kantor DPRD Kalimantan Timur dengan damai untuk menyampaikan aspirasi agar Pemerintah Provinsi dan DPRD Kalimantan Timur bisa bersama dengan rakyat Kalimantan Timur menolak Omnibus Law UU Cipta kerja.
Menjelang maghrib, kondisi aksi diakui Elga mulai memanas. Dari balik pengeras suara, beberapa kali aparat mengingatkan agar massa aksi segera membubarkan diri.
Tak lama berselang, dipicu dari enggannya pemerintah dalam hal ini Gubernur Kaltim, Isran Noor dan pimpinan DPRD Kaltim menandatangani MoU sebagai bentuk penolakan UU Ciptaker yang telah disiapkan sebelumnya oleh mahasiswa, massa aksi pun dibubarkan secara paksa.
"Kami kecewa, sejak siang hari aksi berjalan, baru ditemui pada malam hari dan tuntutan agar para pemangku kebijakan di Kaltim menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja juga tak di indahkan," ungkapnya.
"Tak berselang lama setelah menembakkan gas air mata ke massa aksi dan tim medis secara membabi buta, polisi lalu keluar dari gedung DPRD Kaltim dan mengejar para peserta aksi termasuk melakukan penyisiran secara brutal di ruang-ruang publik," tambahnya.
Mahasiswa Kalimantan Timur menggugat mendata ada puluhan mahasiswa yang mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Posko-posko medis pun turut dibubarkan oleh polisi. Sementara, ada puluhan peserta aksi yang diketahui di tahan di dalam gedung DPRD Kalimantan Timur.
"Aparat kepolisian telah sewenang-wenang menggunakan kekerasan untuk memukul mundur massa aksi," sebutnya.
Massa aksi yang tadinya berdemontrasi di depan Gedung DPRD Kalimantan Timur, terpaksa harus mundur di Persimpangan Karang Paci hingga ke Islamic Center dengan senjata lengkap dan tembakan gas air mata.
Atas hal tersebut, Elga menyebut Aliansi Mahasiswa Kaltim menggugat kembali mengeluarkan pernyataan sikap. Pertama, cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja. Mengecam tindakan represif aparat. Mengecam alasan Isran-Hadi yang menolak menandatangani MoU. Pun demikian dengan penangkapan yang dilakukan polisi terhadap para pelajar dan mahasiswa yang ikut dalam aksi ini.
"Kami juga mengecam segala bentuk tindakan represifitas terhadap jurnalis dan tenaga medis yang bertugas dilapangan," pungkasnya.