search

Berita

Koalisi Masyarakat SipilkaltimPertambangan

Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Tuntut UU Minerba Dibatalkan

Penulis: Siaran Pers
Jumat, 05 Juni 2020 | 1.224 views
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Tuntut UU Minerba Dibatalkan
Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim saat menggelar aksi melawan Wabah Virus Pertambangan tepat dihadapan Kantor Gubernur Kaltim. (Foto : Istimewa)

Hentikan laju daya rusak wabah virus pertambangan, putus rantai penularan dalam bentuk penghentian perluasan pertambangan dan kunci (lockdown) wilayah serta perkuat imunitas simpul perlawanan-pemulihan rakyat

Pandemi Covid-19 akan diingat dalam sejarah Indonesia sebagai sebuah bercak-hitam. Namun, sejatinya bencana akibat Covid-19 ditimbulkan dan datang bersamaan dengan bencana, bukan alami ciptaan ekstraktivisme tambang dan bisnis lahan skala luas lainnya.

Berlangsung lebih dari setengah abad di bawah kendali para pengurus publik, gelombang penyebaran dan pendalaman kerusakan dari wabah virus pertambangan berlangsung 24 jam sehari, tanpa hari libur dan tanpa kurva yang melandai.

Kesengsaraan, rusaknya hutan, margasatwa, kampung-halaman, tamatnya sumber-sumber air kehidupan, meredupnya masa depan negeri dan bangsa sebesar ini akibat wabah virus pertambangan, akan melekat bersama kehidupan sehari-hari warga. Bukan untuk satu-dua tahun seperti layaknya prediksi masa mewabahnya covid-19, tapi untuk sebuah kurun waktu yang bahkan terlalu jauh ke depan.

Daya rusak pertambangan beroperasi selayaknya wabah virus. Pertama, virus pertambangan akan mencari inang untuk tetap hidup, dengan hinggap dan menggerogoti ruang hidup warga, mengubahnya menjadi konsesi pertambangan.

Kaltim menjadi pusat exploitasi sumber daya alam hal ini bisa dilihat dari  total Konsesi tambang yang terdiri dari dua jenis. Pertama adalah izin usaha pertambangan atau IUP. Izin ini diterbitkan para bupati dan wali kota pada masa silam dengan total luas lebih dari 4 juta hektare. Jenis izin kedua adalah perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara atau PKP2B. Konsesi ini diterbitkan pemerintah pusat dan terdiri dari beberapa generasi. Sebanyak 30 PKP2B beroperasi dengan luas 1 juta hektare.

Daratan Kalimantan Timur yang tengah diserang oleh kerumunan virus pertambangan. Virus pertambangan –seperti halnya virus COVID-19– juga bermutasi dalam perkembangannya. Cara virus pertambangan bermutasi salah satunya melalui pengenalan bahasa-bahasa yang terdengar baik dan ramah guna membalut bahayanya virus tambang ini, seperti tambang hijau (green mining) dan tambang yang berkelanjutan (sustainable mining).

Mutasi virus tambang lainnya adalah strategi industri ini dalam bermuslihat dengan warga melalui apa yang disebut tanggung-jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) yang merupakan upaya suap untuk mendapatkan persetujuan warga. Tipu muslihat industri tambang terhadap publik bermutasi dari waktu ke waktu, agar virus pertambangan menjadi lebih mudah menginfeksi dan diterima tanpa sadar oleh warga

Termutakhir, mutasi virus pertambangan adalah melalui cara menunggangi mesin-mesin politik elektoral. Sehingga politik elektoral, baik itu pilkada maupun pemilu, bukan hanya menjadi ajang para politisi berebut jabatan dan kekuasaan, namun sekaligus merupakan kesempatan bagi pebisnis tambang mendapatkan jaminan politik bagi bisnis mereka.

Sejumlah regulasi dan kebijakan yang dilahirkan dari hasil penunggangan virus tersebut berfungsi sebagai carrier atau ‘sarana penularan’ bagi industri bongkar dan keruk bernama pertambangan. Para politisi dan pengurus publik yang terlibat dalam politik elektoral tersebut kemudian berubah menjadi budak dari partai politik hingga menerbitkan kebijakan serta izin yang menjadi carrier virus.

Virus menyelinap masuk dan menyasar kampung dengan carrier perundang-undangan dan regulasi tanpa ada hambatan berarti. Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Cilaka) maupun Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang baru disahkan oleh pemerintah Indonesia adalah carrier bagi virus pertambangan untuk dapat mengendalikan wilayah yang hendak ditulari.

Operasi virus pertambangan dalam tubuh alam dan rakyat menyebabkan ‘rontok’ dan ‘ambruknya’ imunitas atau daya tahan sosial-ekologis di suatu wilayah Kalimantan Timur. Imunitas sosial dan ekologis warga ‘digerogoti’ melalui perusakan terhadap sumber air warga, perampasan tanah, pembongkaran hutan dan pelenyapan biodiversitas hingga penghilangan solidaritas sosial dan pengetahuan leluhur di suatu tempat.

Banjir yang merendam Kota Samarinda berhari-hari saat perayaan Idul Fitri, banjir lumpur kala hujan yang dialami masyarakat Sang-sanga, dan Marang kayu Kutai Kartanegara, 37 nyawa anak-anak meninggal dalam lubang tambang, hingga rencana jahat PT. Kencana Wilsa yang akan membongkar kampung Ongo Asa serta kampung Pepas Asa di Kab. Kutai Barat.

Sama halnya dengan virus covid-19, virus pertambangan tidak bisa diatasi dengan hidup berdampingan dan berdamai dengan virusnya seperti anjuran sesat pengurus publik. Tidak ada vaksin yang dapat mempertebal imunitas warga untuk bertahan dari virus pertambangan. Satu-satunya langkah yang bisa dilakukan agar terhindar dari virus pertambangan adalah dengan melakukan lockdown atau mengunci wilayah sebagai bentuk boikot terhadap penularan virus pertambangan dengan berbagai carrier-nya yang datang masuk ke kampung.

Tak ada pilihan lain bagi warga jika tidak mau kehilangan sumber penghidupan utama. Apalagi, pemerintah daerah dan aparat keamanan condong berada di pihak perusahaan. Maka, solidaritas sosial antar warga kampung pun digalakkan, bahkan terhubung seluruh wilayah daratan dan perairan Kalimantan Timur. Solidaritas antarwarga inilah yang meningkatkan imunitas sosial-ekologis warga.

Dalam situasi genting seperti ini, sudah seharusnya menghentikan pertumbuhan dan penyebaran pertambangan di seluruh kepulauan Indonesia demi menjamin keselamatan segala kehidupan termasuk manusia.

Maka dari itu, pada HARI ANTI TAMBANG, 29 Mei 2020 ini, kami mengajak seluruh warga Bumi untuk mempertanyakan kembali apakah kita mau meneruskan eskalasi ekstraktivisme pemangsa ini, ATAU segera kembali menginjak tanah, menghentikan pertumbuhan sektor tambang di seluruh kepulauan, untuk menjamin keselamatan segala kehidupan di kepulauan Indonesia termasuk manusianya.

Inilah saatnya untuk menghentikan laju daya rusak wabah virus pertambangan, putus rantai penularan, hentikan perluasan pertambangan dan kunci (lockdown) wilayah serta perkuat imunitas simpul perlawanan-pemulihan rakyat!