Cerita Warga di Jalan Soetomo yang Merasa Sedih Harus Merayakan Idul Fitri Saat Pandemi dan Banjir
Penulis: Putri
Rabu, 27 Mei 2020 | 1.154 views
Samarinda, Presisi.co - Suasana lebaran kali ini terasa amat berbeda dari tahun sebelumnya. Pasalnya, selain masih bergelut dengan pandemi Covid-19, Kota Tepian juga harus menelan pahit akibat bencana banjir yang kembali merendam empat kecamatannya.
Nurliana (35), warga di Jalan Dr Soetomo, Kecamatan Samarinda Ulu saat ditemui mengaku sedih, lantaran harus merayakan hari kemenangan umat muslim tahun ini ditengah dua bencana banjir dan Covid-19.
"Kondisinya menyedihkan, sedih banget," ucapnya yang ditemui di kediamannya, Rabu (27/5/2020).
Kata Nurliana, banjir dikawasan tersebut setinggi paha orang dewasa. Pemerintah yang diharapkan bisa memberi bantuan, nyatanya hanya memberi nasi bungkus kepada warga Kelurahan Sidodadi itu.
"Kalau mie belum ada. Pampers ada lewat sekali," tambahnya.
Dia juga bercerita ditempat tinggalnya ini memang sering terjadi banjir. Bahkan, dalam setahun ini banjir sudah 3 kali terjadi.
"Maunya nggak banjir," harapnya.
Dampak ekonomi yang terjadi kepada Nurliana tentu merosot. "Bukan hanya merosot, tetapi terjun payung," katanya.
Sehari-hari, Nurliana bekerja sebagai pengupas bawang di pasar Segiri. Bawang tersebut juga milik orang lain. Akibat pandemi, bawang yang disetor kepadanya untuk dikupas pun sedikit.
"Saya sudah memiliki 3 anak. Ada yang baru mau masuk SD, ada yang naik kelas, buku-buku saya belum beli," ujarnya.
Mengenai sekolah di rumah dia mengatakan bahwa berbeda sekali dengan anak-anak yang harus rutin menempuh pelajaran di sekolah. Dia mengaku rutin membantu anaknya belajar di rumah.
"Kalau gurunya kasih tugas, paling lewat online begitu," lanjutnya.
Ceritanya, tak jauh berbeda dengan Muhammad Yani (67). Ia juga mengaku sedih. Tetapi soal masalah banjir, ia merasa biasa karena mulai dulu hingga kini sering terjadi.
"Terus tambah Corona lagi. Artinya apa, bener kata presiden, harus di rumah saja. Kita tinggal mengharapkan ke pemerintah daerah saja," katanya.
Lelaki parubaya ini bekerja sebagai supir angkot. Pendapatannya menurun karena harus di rumah saja semenjak Corona.
"Dulu bisa sampai Rp 50 ribu sehari bersihnya, sekarang cuma Rp 20 ribu. Itu yang sudah bersihnya," jelasnya
Untuk bantuan kadang-kadang saja ia mendapatkan, dan hanya apa adanya. Ia sendiri tinggal bersama 6 orang anaknya. 3 orang sudah menikah, dan 3 nya lagi masih belum menikah.
"Ada yang masih SMK," singkatnya.
Ia berharap pemerintah bisa konsisten mengatasi banjir di Kota Samarinda. Karena sebelumnya ia pernah mendengar akan ada turap yang mau dibangun, namun hingga kini hal itu masih sekedar ucapan saja.
"Mau ganti lagi walikotanya. Kita harapnya bagus sungai ini, kan pejabat tiap hari lewat sini," tutup Yani diakhir wawancara.