search

Berita

Akademisi UnmulKebijakan PublikRudy-SenoRudy Mas'udSeno AjiPemprov KaltimGratispol

Sorot Kebijakan Rudy-Seno Sepanjang 2025, Akademisi Belum Temukan Hal Istimewa

Penulis: Akmal Fadhil
2 jam yang lalu | 0 views
Sorot Kebijakan Rudy-Seno Sepanjang 2025, Akademisi Belum Temukan Hal Istimewa
Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Syaiful Bachtiar. (Presisi.co/Akmal)

Samarinda, Presisi.co – Memasuki satu tahun masa kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur, evaluasi terhadap kinerja pemerintahan mulai mengemuka.

Akademisi Universitas Mulawarman (Unmul), Syaiful Bachtiar, menilai belum terlihat kebijakan strategis yang benar-benar menjawab keresahan masyarakat sepanjang 2025.

Ia menyebut, hingga tahun pertama pemerintahan berjalan, belum ada program unggulan yang dapat dikategorikan sebagai terobosan atau prestasi awal yang kuat bagi pemerintahan provinsi.

“Kalau kita bicara satu tahun pertama, seharusnya sudah terlihat kebijakan yang signifikan. Tapi sepanjang 2025, saya belum melihat program yang bisa disebut istimewa atau menjadi tonggak awal pemerintahan saat ini,” ujarnya Jumat 26 Desember 2025.

Ia secara khusus menyoroti program unggulan yang kerap disampaikan saat kampanye Pilgub 2024, seperti program listrik gratis.

Menurutnya, realisasi program tersebut masih jauh dari ekspektasi masyarakat Kalimantan Timur.

“Program yang dijadikan brand saat kampanye itu belum menunjukkan hasil nyata. Kalau dinilai dengan skala 100 persen, menurut saya capaian saat ini baru di kisaran 40 hingga 50 persen,” katanya.

Ke depan, Syaiful menilai pemerintah provinsi harus bekerja lebih keras untuk menunaikan janji politik yang telah disampaikan kepada publik.

Ia menekankan pentingnya membangun legasi kepemimpinan yang dapat dikenang melalui capaian konkret.

“Pemerintahan ini harus mampu membuktikan bahwa kepemimpinannya menghasilkan catatan prestasi yang bisa dibanggakan masyarakat,” tegasnya.

Selain program unggulan, Syaiful juga mengkritik respons pemerintah Kaltim terhadap isu pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) oleh pemerintah pusat.

Meski pemotongan tersebut diperkirakan mencapai 60 hingga 70 persen, ia menilai belum terlihat langkah konkret yang tegas dari kepala daerah maupun DPRD.

“Sebagai akademisi, saya kecewa. Pertemuan dengan kementerian memang ada, pernyataan di media juga ada, tapi hasil konkret dan langkah nyata hampir tidak terlihat,” ujarnya.

Catatan lain yang disorot adalah kebijakan penempatan pengawas dan dewan pengawas di sejumlah institusi daerah, termasuk rumah sakit milik provinsi.

Syaiful menilai, penunjukan pengawas dari luar daerah dan luar konteks kebutuhan justru tidak menjawab persoalan pelayanan publik.

“Rumah sakit kita masih banyak mendapat kritik soal layanan. Yang dibutuhkan bukan sekadar memenuhi struktur pengawas, tetapi pengawas yang benar-benar bekerja memperbaiki kualitas pelayanan,” jelasnya.

Ia menekankan pentingnya pendekatan new public service, di mana pelayanan publik harus adaptif dan terus berkembang sesuai kebutuhan masyarakat.

Menurutnya, kebijakan sektor kesehatan semestinya menunjukkan perubahan signifikan dibanding periode sebelumnya.

Tak hanya itu, Syaiful juga menyinggung belum jelasnya legalitas tim transisi pemerintahan.

Meski sempat diumumkan ke publik, hingga kini tim tersebut dinilai belum memiliki dasar hukum yang jelas untuk bekerja secara optimal.

“Yang muncul justru perekrutan orang-orang yang tidak sepenuhnya memahami kondisi Kaltim. Idealnya, tim inti pemerintahan diisi oleh mereka yang lahir, besar, atau setidaknya memahami secara mendalam persoalan daerah ini,” pungkasnya. (*)

Editor: Redaksi