Pemprov Kaltim Ingin Penangan Stunting Kukar Diadopsi Kabupaten dan Kota Lain
Penulis: Akmal Fadhil
Kamis, 25 September 2025 | 458 views
Sekda Kaltim, Sri Wahyuni saat hadiri rapat stunting di Kantor Gubernur. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) tengah menyiapkan model khusus percepatan penanganan stunting yang dapat diadopsi seluruh kabupaten/kota. Langkah ini diambil setelah melihat keberhasilan Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menurunkan angka stunting secara konsisten.
Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kaltim, Sri Wahyuni, saat memimpin rapat percepatan penanganan stunting di Kantor Gubernur Kaltim, Rabu 24 September 2025.
“Kita perlu belajar dari Kukar. Strategi mereka bisa jadi acuan inovasi. Anggaran besar sudah tersedia, jangan sampai terkesan kita tidak bekerja,” tegas Sri Wahyuni.
Pemprov Kaltim juga menekankan pentingnya akurasi penyaluran anggaran penanganan stunting, yang kini sudah memiliki kode rekening khusus dalam APBD dan ditandai dalam sistem SIPD (Sistem Informasi Pemerintahan Daerah), sesuai pedoman Kemendagri sejak Maret 2025.
“Harus jelas, mana anggaran untuk intervensi langsung dan mana yang hanya penunjang. Hasilnya belum signifikan, artinya perlu model yang lebih terukur,” tambahnya.
Setiap enam bulan, Gubernur Kaltim diwajibkan melaporkan progres penanganan program nasional, termasuk stunting, ke pemerintah pusat.
Oleh karena itu, model percepatan yang disiapkan diharapkan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga aplikatif dan memberi hasil nyata.
Perwakilan BKKBN, Nur Rizki, menegaskan bahwa penanganan stunting harus berbasis data yang kuat. Dua sumber data utama yang menjadi pijakan adalah: • E-PPGBM (Electronic Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) dari Posyandu • Keluarga Berisiko Stunting (KRS)
“Keduanya saling melengkapi. Tanpa data yang akurat, intervensi bisa meleset dari sasaran,” ujar Nur Rizki.
Kepala Dinas Kesehatan Kaltim, Jaya Mualimin, mengungkapkan bahwa angka stunting di Kaltim masih berada di angka 22,02 persen, hanya sedikit menurun dari sebelumnya 22,09 persen. Target nasional yang harus dicapai adalah 18,8 persen.
Ia juga menyoroti pentingnya memperluas cakupan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang saat ini masih didominasi oleh anak usia sekolah.
“Balita, ibu hamil, dan menyusui justru kelompok yang lebih membutuhkan. Pencegahan lebih mudah daripada pengobatan,” tegasnya. (*)