Baleg Acuhkan Putusan MK Soal Syarat Usia Pilkada 2024, Pakar HTN: Sama Saja Melawan Konstitusi
Penulis: Rafika
Rabu, 21 Agustus 2024 | 590 views
Presisi.co - Sikap Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang sepakat merevisi UU Pilkada tanpa mengindahkan putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) menuai polemik di tengah masyarakat. Isi revisi UU Pilkada tersebut salah satunya soal batasan umur kepala daerah dan aturan ambang batas atau threshold partai untuk mengusung pasangan calon.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat dan sudah seharusnya dipatuhi oleh siapapun dan lembaga negara manapun.
MK juga disebut sebagai penafsir tunggal konstitusi sehingga tidak boleh ada yang melawan putusan MK.
"Tidak ada satupun orang atau lembaga atau kelompok yang boleh dapat diizinkan melawan putusan Mahkamah Konstitusi," kata Zaenur, sebagaimana diberitakan Suara.com --jaringan Presisi.co, Rabu (21/8/2024).
Menurutnya, sikap pemerintah saat ini yang merujuk pada putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang MK dalam menentukan batasan usia calon kepala daerah, maka dianggap telah melanggar konstitusi negara.
"Ketika DPR dan Presiden tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi dengan alasan karena memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung itu sama saja dengan melawan konstitusi," tambah dia.
Sebab, sambung Zaenur, MA memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian materiil terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, sementara MK berwenang melakukan pengujian terhadap konstitusionalitas suatu undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Ketika undang-undangnya sudah diubah maknanya oleh putusan Mahkamah Konstitusi, otomatis peraturan di bawahnya harus mengikuti," tegas Zaenur.
Oleh sebab itu, sikap Baleg DPR RI yang menyetujui revisi UU Pilkada tanpa mengindahkan putusan MK merupakan suatu pelanggaran terhadap konstitusi negara.
"Artinya DPR dan Presiden telah melakukan apa yang disebut sebagai contra legem. Bahkan, tidak sekadar contra legem tetapi juga merupakan satu bentuk melawan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945," tandas Zaenur.
Sebelumnya, Baleg DPR RI menyepakati revisi UU Pilkada secara cepat, termasuk perihal syarat batas usia calon kepala daerah. Alih-alih mengikuti Putusan MK, Baleg DPR RI justru bersepakat untuk merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA itu diketahui diketuk pada 29 Mei 2024 lalu yang menyatakan calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat dilantik.
“Yang disampaikan semua logikanya benar tapi ada putusan hukum yang kita rujuk dalam hal ini jelas putusan Mahkamah Agung sudah ada putusannya," kata Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi.
“Putusan MK sudah ada yang secara jelas menjemput dihitung pelantikan ya entah bahasanya calon atau apa tetapi putusan hukum harus kita hormati. Mayoritas beraksi tadi merujuk pada Mahkamah Agung DPD juga dan pemerintah menyesuaikan," sambungnya.
Dengan adanya hal ini, Baleg DPR RI justru tidak mengindahkan putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan soal syarat batas usia calon kepala daerah.
Putusan dengan nomor 70/PUU-XXII/2024 itu diputus oleh delapan hakim konstitusi, tanpa melibatkan adik ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman. (*)