Bagaimana Hukumnya Meminta Maaf ke Non-Muslim Saat Lebaran? Simak Penjelasan Buya Yahya
Penulis: Rafika
Selasa, 09 April 2024 | 1.891 views
Presisi.co - Lebaran Idulfitri adalah momen spesial bagi umat Islam untuk saling bermaafan dan menjalin silaturahmi. Tradisi ini tidak hanya dilakukan antar sesama Muslim, tapi juga sering dilakukan dengan kerabat dan tetangga non-Muslim.
Lantas, bagaimana hukumnya meminta maaf kepada nonmuslim?
Buya Yahya menjelaskan bahwa sah-sah saja untuk saling meminta maaf dengan non-Muslim jika perkaranya berkaitan dengan urusan pribadi. Namun, berbeda halnya dengan perkara keimanan yang tidak bisa dimaafkan karena bersangkutan langsung dengan Allah SWT.
“Kesalahan dengan Allah tidak bisa kita maafkan Adapun urusan kita pribadi dengan orang kafir atau nonmuslim itu sah saja. Kita minta maaf dan dia memaafkan, dia minta maaf kita maafkan sah saja,” kata Buya Yahya dalam video di kanal Youtubenya, dikutip dari laman Suara.com, Srlasa (9/4/2024).
Terlebih, Islam juga menganjurkan umatnya untuk saling tolong menolong dan memaafkan dengan siapapun meski berbeda agama, selama perkaranya adalah urusan pribadi. Sebab, umat Islam dan non-Muslim hidup berdampingan.
“Yang nggak boleh orang-orang itu adalah salah paham pada ‘Allah saja tidak mengampuni kamu’, nah ini adalah ngajak perang. Orang kafir yang hidup berdampingan dengan kita, kemudian melakukan kesalahan, terus dia minta maaf, ya kenapa tidak dimaafkan, orang dia minta maaf. Kan urusan dengan manusia, kecuali urusan sama Allah kita tidak bisa memaafkan urusan menyekutukannya itu,” sambungnya.
Lebih lanjut, Buya Yahya menekankan pentingnya kelapangan hati dalam Islam, terutama untuk memaafkan kesalahan pribadi antar manusia. Menurutnya, lebaran menjadi momen untuk membuka hati dan memaafkan, tak peduli orang tersebut beragama Islam atau tidak.
Lain halnya dengan urusan keimanan yang berkaitan langsung dengan Allah SWT. Sebab, jika menyangkut urusan keimanan, umat Islam pun tidak akan dimaafkan jika berbuat maksiat.
“Islam mengajarkan kita lapang hati dengan mereka selagi urusan pribadi, bukan urusan Allah. Kalau urusan Allah, jangankan dengan orang kafir, urusan dengan orang mukmin atau muslim itu urusan Allah,” jelas Buya Yahya.
“Orang beragama Islam semakin indah lihat urusan kebersamaan saat menjunjung tinggi seperti ajaran Rasulullah SAW,” pungkasnya. (*)