BNN Samarinda Bentuk Tim Pendamping Khusus untuk Pemulihan Balita Positif Sabu
Penulis: Nelly Agustina
Rabu, 14 Juni 2023 | 1.180 views
Samarinda, Presisi.co – Kepala Balai Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Kota Samarinda Sutarso memberikan penjelasan perkembangan penanganan kasus balita positif sabu pada Rabu, 14 Juni 2023.
“Kami telah membentuk tim penanganan yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat, Psikolog Klinis, Ahli gizi, Petugas Laboratorium, dan akan didampingi selama 24 Jam,” ungkap Sutarso.
Diberitakan sebelumnya, kasus balita positif sabu ini sempat mengegerkan lini media masa. Bocah malang berusia 3 tahun itu, meminum air dari bong sabu milik tetangganya sendiri. Setelah itu, balita tersebut menjadi lebih hiperaktif bahkan tidak tidur semalaman.
Meski dikabarkan mulai pulih, namun BNN Samarinda bersama tim yang dibentuk perlu observasi lebih lanjut karena kandungan jenis obat yang sudah dapat dipastikan adalah metamfetamina atau sabu-sabu.
"Maka akan dilakukan observasi secara detil mulai dari gigi yang dikhawatirkan dapat berpengaruh pada pertumbuhan anak karena sifat zat yang memiliki asam tinggi," beber Sutarso.
“Kalau tidak segera ditangani akan mengakibatkan kerusakan pada gigi dan gusi yang jika infeksi akan memudahkan masuknya bakteri dan virus yang dapat merusak usus anak,” sambungnya.
Lanjut dikatakan dia, pendampingan pihaknya juga dilakukan untuk memantau perkembangan sistem saraf otak anak tersebut. Mereka khawatir, zat dopamin mempengaruhi daya ingat dan kecerdasan anak.
“Termasuk ahli gizi sangat diperlukan dan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak yang pasti akan berpengaruh terhadap kebutuhan perkembangannya,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Sutarso pihaknya juga akan melakukan pendampingan keluarga balita tersebut yang kini trauma atas kejadian itu.
“Termasuk jangan sampai ada stigma kepada keluarga korban, karena hal tersebut dapat berpengaruh pada lingkungan sosial perkembangan anak,” tambahnya.
Masalah stigma memang menjadi concern karena dapat mempengaruhi psikis anak dan keluarga terhadap pengguna NAPZA.
“Hal ini pasti akan sangat berpengaruh pada perkembangan anak,” tegasnya.
Terakhir, Sutarso juga menyampaikan beberapa catatan dari kasus ini, utamanya terhadap risiko berdasarkan usia anak. Perlu pantauan jangka panjang dan dukungan dari lingkungan sekitar.
“Kami akan pantau bahkan nantinya jika sudah selesai rehabilitas, fokusnya adalah pemulihan trauma agar tidak memiliki efek jangka panjang, utamanya tadi jangan sampai stigmatisasi berkembang dan mempengaruhi perkembangan anak,” pungkasnya. (*)