Penulis: Redaksi Presisi
Kamis, 19 Januari 2023 | 1.005 views
Samarinda, Presisi.co - Wacana penerapan sistem proporsional tertutup menjadi topik hangat yang diperbicangkan jelang pemilu legislatif 2024.
Dalam diskusi publik yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kaltim, dibahas pula soal sistem pemilu yang saat ini tengah diuji oleh Mahkamah Konstitusi, berdasarkan permohonan yang telah teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022.
"Ini rangkaian dari banyaknya rencana Bawaslu Kaltim menjalankan tugasnya. Apalagi, grand design periode kali ini fokus pada proses pencegahan sebagai upaya prioritas menciptakan pemilu demokratis," kata Ketua Bawaslu Kaltim, Hari Darmanto di Setiap Hari Coffee Jalan Juanda Kelurahan Air Putih Kecamatan Samarinda Ulu pada Rabu, 18 Januari 2023.
Agenda yang menghadirkan Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo dan Akademisi Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda Ida Farida sebagai narasumber itu, memang berjalan sangat apik. Apalagi, dengan menghadirkan sejumlah organisasi mahasiswa yang ada di Samarinda.
"Demokrasi sebagai sistem yang melahirkan kepemimpinan tidak bisa dihidupkan tanpa percakapan anak bangsa, tentang hak warga negara, kewajiban penguasa terhadap warga negara," sebut Hari.
Ia menegaskan, agenda serupa yang dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya penyelenggaraan pemilu 2024 bakal terus digeber oleh Bawaslu Kaltim.
"Karena, perhelatan 5 tahun ini harus dibangun dengan hubungan kausalitas antara demokrasi dan kekuasaan yang terpilih," sebutnya.
Ada Apa dengan Proporsional Tertutup?
Polemik sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup yang bergulir bak bola salju ini juga mendapat perhatian dari kedua narasumber.
Pasalnya sistem proporsional tertutup yang pernah digunakan dalam Pemilu sebelum 2004 tersebut, mungkin saja kembali diterapkan jika MK sepakat untuk melaksanakannya kembali pada pemilu 2024.
“Legal standing yang di uji cobakan ke MK. Menurut saya itu tidak melanggar undang-undang. Karena sekalipun tertutup bukan berarti tidak ada nama, bahkan kita tetap bisa melihat calonnya,” kata Akademisi UINSI Samarinda, Ida Farida.
Melalui sistem proporsional tertutup, keterwakilan perempuan sebesar 30 persen di legislatif juga bukan hal yang tidak mungkin untuk terwujudkan.
"Dalam sistem demokrasi, proporsional tertutup ataupun terbuka adalah sah. Yang jelas, proporsional tertutup dari perspektif gender, menguntungkan perempuan," tuturnya menegaskan.
Sementara itu, Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo menilai uji materi yang tengah berproses di MK kali ini adalah bagian dari pendewasaan sistem pemilu di Indonesia.
Menurut dia, pendidikan politik yang menjadi salah tanggung jawab partai politik lebih penting untuk dijalankan. Tidak hanya kepada kader atau simpatisan tapi juga terhadap publik secara umum.
“Agar kualitas kadernya baik,” tegasnya.
Terpenting Buyung tegaskan, sistem proporsional terbuka maupun proporsional tertutup ialah ruang yang luas terhadap partisipasi rakyat.
“Ruang ruang kritik dan memberi masukan harus dibuka lebar kepada rakyat,” pungkasnya. (*)