Korban Jiwa di Lubang Tambang Batu Bara Bertambah Lagi, Begini Respon Wali Kota Andi Harun
Penulis: Jeri Rahmadani
Jumat, 05 November 2021 | 1.128 views
Samarinda, Presisi - Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menanggapi kasus meninggalnya Febi Abdi Witanto, warga RT 10 Kelurahan Makroman, Kecamatan Sambutan, di lubang bekas tambang batu bara.
Diketahui, pristiwa naas tersebut terjadi pada Minggu, 31 Oktober 2021 lalu sekitar pukul 17.00 Wita. Korban yang berusia 25 tahun tersebut ,menambah catatan jumlah orang meninggal dunia di lubang tambang Kaltim, yang kini genap 40 jiwa.
Berdasarkan hasil penelusuran Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, koordinat lokasi eks lubang tambang tersebut masuk dalam konsesi CV Arjuna. Perusahaan tambang yang mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang diterbitkan Wali Kota Samarinda pada tanggal 6 September 2014 lalu, dan berakhir 6 September 2021. Luas konsesi CV Arjuna ditaksir mencapai 1.452 hektare.
Menanggapi hal itu, Andi Harun menyatakan bahwa pemerintah dan kabupaten kota se-Indoensia saat ini sudah tidak memiliki kewenangan terhadap penindakan aktivitas pertambangan. Sebab, aturan tersebut telah ditarik ke pemerintah pusat dan paling-paling di pemerintah provinsi dekatnya.
"Sudah berakhir semua itu, tidak ada lagi izin wali kota. Semua izin yang pernah diterbitkan oleh bupati atau wali kota se-Indoensia, harus diperbarui di pemerintah pusat," ujar Andi Harun saat dikonfirmasi Presisi.co usai menyambangi Mal Pelayanan Publik (MPP) dalam rangka Raker Komwil V Apeksi, Kamis, 4 November 2021 kemarin.
Ia menambahkan, saat ini tak ada sedikit pun kewenangan pemerintah kota pada bidang pertambangan. Pihaknya hanya berharap agar kejadian-kejadian serupa tak terulang kembali.
"Berkali-kali saya bilang, di provinsi itu ada inspektur tambang. Kalau wali kota tanya penanggulangan banjir," katanya.
Diketahui, terdapat sekitar 349 lebih eks void yang tersebar di Kota Tepian. Untuk meminimalisir terjadinya orang meninggal di eks void, Andi Harun menegaskan, perusahaan harus punya kewajiban reklamasi pasca tambang. Berdasarkan peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) tentang pertambangan dan reklamasi, serta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pertambangan yang telah diatur.
"Wilayah tambang itu wilayah khusus, wilayah spesial. Pengawasan tambang ada di provinsi. Kita (pemkot) tidak bisa masuk," tegasnya mengulang.
Disinggung perihal jumlah dari total korban 40 jiwa yang didominasi warga Samarinda, Andi Harun menyatakan sangat menyesalkan kejadian tersebut. Pemkot Samarinda, disebutnya akan melakukan pengecekan terhadap perusahaan yang bersangkutan dengan melihat statusnya apakah masih aktif beroperasi atau tidak.
"Ya, saya hanya komentari korbannya. Kami sangat menyesalakan masih adanya kejadian void tambang yang memakan korban jiwa. Nah, nanti akan kita cek, kalau masih aktif, berarti ada unsur kelalaian yang luar biasa. Karena wajib di area tambang itu memberitahukan peringatan agar tidak memasuki kawasan tersebut," tegasnya.
Ia pun mengharapkan pihak kepolisian untuk turut menindaklanjuti persoalan ini dan mengusut secara tuntas lantaran menyangkut warga Kota Tepian.
Untuk diketahui, wajibnya suatu perusahaan melakukan jaminan reklamasi pasca tambang tertuang dalam Pasal 29 Peraturan Pemerintah (PP) 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang.
Pengamat Hukum asal Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengtaakan, jika jaminan reklamasi tak dilakukan perusahaan, dapat dipidana paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
"Itu masuk dalam dalam ketentuan Pasal 161B ayat (1) Undang-Undang (UU) 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Minerba. Disebutkan secara eksplisit bahwa setiap orang yang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dicabut atau berakhir, dan tidak melaksanakan reklamasi dan/atau pascatambang; dan/atau penempatan dana jaminan reklamasi dan/atau dana jaminan pascatambang, bisa di penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar," ungkap Castro baru-baru ini.
Ia melanjutkan, batas waktu pelaksanaan reklamasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 21 PP 78/2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, adalah paling lambat 30 hari kalender sejak kegiatan usaha pertambangan selesai dilakukan. Sementara batas waktu untuk pelaksanaan pascatambang adalah paling lambat 30 hari kalender setelah sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan berakhir, mengacu Pasal 25 ayat (3) PP 78/2010).
Sementara itu, Presisi.co mencoba menggali informasi jaminan reklamasi yang ada pada CV Arjuna, di mana eks void miliknya disinyalir menjadi lokasi penambahan korban ke 40.
Diketahui bahwa pada Pasal Ayat 2 PP 78/2010, disebutkan jaminan reklamasi ditempatkan pada bank pemerintah dalam bentuk deposito berjangka.
Dikonfirmasi akan hal tersebut, Kordinator Inspektur Tambang Kaltim, Darlina mengaku tak memiliki wewenang memberikan informasi kepada media.
"Mohon maaf sebelumnya, saya hanya kordinator inspektur tambang di Kaltim, kalau atasan kami ada di Jakarta. Jadi, standar operasional prosedur (SOP) dari atasan kami untuk informasi ke media harus melalui satu pintu. Jadi saya tidak dapat memberikan informasi apa-apa kepada media," tuturnya saat dikonfirmasi melalui aplikasi pesan instan WhatsApp pada Kamis, 4 November 2021 kemarin. (*)