search

Berita

Fakta Covid-19Dr Erta Priadi Wirawijaya

12 Fakta Tentang Covid-19 yang Wajib Anda Ketahui

Penulis: Redaksi Presisi
Selasa, 02 Juni 2020 | 1.434 views
12 Fakta Tentang Covid-19 yang Wajib Anda Ketahui
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr. Erta Priadi Wirawijaya SpJP. (Foto - Instagram/rs.karismacimareme)

Presisi.co - Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dr. Erta Priadi Wirawijaya SpJP yang bertugas di Rumah Sakit Karisma Cimareme, Bandung, Jawa Barat mengulas 12 fakta tentang Covid-19 yang wajib untuk Anda diketahui. 

Lewat akun Facebooknya @ErtaPriadiWirawijaya ingin menegaskan agar warga untuk tetap waspada terhadap penyebaran corona meski saat ini pemerintah tengah gencar menggalakkan kampanye tatanan normal baru atau New Normal ditengah masa pandemi Covid-19.

Dokter spesialis lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran lulus pada 2014 itu mengulas satu per satu fakta terkait risiko penyebaran Covid-19, termasuk pihak yang rentan dan sumber penularan pandemi global ini. 

Dari pantauan Presisi, unggahan dr Erta ini sendiri dibagikan lebih dari 2.400 dengan komentar beragam dari warganet hingga mencapai ratusan. 

Berikut ini Presisi sajikan kedua belas Fakta tentang Covid-19 yang di unggah oleh dr Erta.

  1. Semua orang bisa terinfeksi COVID19. Namun kemungkinan itu menurun jika orangnya selalu menggunakan masker, cuci tangan sesering mungkin, jaga jarak dengan orang lain.

  2. Tidak semua orang yang terinfeksi bisa sakit. Hampir 50% yang terinfeksi bisa tanpa gejala, 30% sakit ringan dengan gejala utama bisa demam atau batuk kering. Bisa juga ada gejala lain seperti hilang penciuman, ruam di kulit atau gejala gangguan cerna. Penyakit ini bisa menyerupai berbagai macam penyakit lain seperti demam berdarah atau typhus. 20% gejala sakit berat hingga perlu dirawat di RS, bisa ada infeksi di paru yang mengakibatkan sesak, peradangan pada jantung yang bisa mengakibatkan jantung berhenti mendadak gagal jantung, atau infeksi sistem syaraf yang mengakibatkan gangguan kesadaran. 5% sakitnya berat, perlu ruang rawat intensif isolasi khusus dan juga ventilator. Sekitar 3% tidak tertolong. Walau jumlah ini terlihat sedikit, jika dalam kurun waktu tertentu banyak yang terinfeksi COVID19, maka sistem kesehatan akan kesulitan membantu mereka yang sakit sehingga akan banyak yang jadi korban. Contohnya Amerika Serikat, disana warganya kurang disiplin, presiden-nya bahkan menolak menggunakan masker, akibatnya 100 ribu orang lebih sudah meninggal dunia.

  3. Penyakit ini juga meningkatkan risiko timbulnya penggumpalan darah sehingga sangat mungkin timbul gumpalan darah yang menyebabkan emboli paru, serangan jantung, atau stroke. Saat ini panduan menyarankan penggunaan antikoagulan / obat pengencer darah untuk mereka yang sakitnya berat dan dirawat. Untuk yang gejalanya ringan belum ada rekomendasinya walaupun memang ada laporan ada orang yang gejalanya ringan, masih muda, mendadak tidak sadar ternyata stroke dan positif COVID19. Di daerah episenter COVID19 seperti New York angka kejadian stroke di usia muda meningkat tajam.

  4. Siapa yang rentan? Laki-laki umumnya berisiko 2x lebih besar mengalami COVID19 yang berat dibandingkan perempuan. Perokok juga memiliki risiko 2.5x mengalami COVID19 yang berat dibandingkan bukan perokok. Selain itu orang yang memiliki berat badan berlebih atau penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, penyakit paru (asma, PPOK, TBC), kanker juga berisiko mengalami COVID19 yang berat. Kondisi sakit lain seperti kurang gizi, penyakit autoimun juga dilaporkan berisiko lebih besar.

  5. Siapa yang menularkan? Mereka yang sakit akibat COVID19 jelas menularkan, tapi mereka yang sedang dalam masa inkubasi penyakit atau mereka yang tidak memiliki gejala (OTG) bisa juga menularkan penyakit ini. Hal inilah yang membedakan COVID19 dengan penyakit SARS / MERS dahulu. Dulu bergejala dulu baru menularkan, sekarang bisa tidak bergejala tapi menularkan. Sulit mengetahui mana yang terinfeksi mana yang tidak tanpa pemeriksaan swab tenggorokan untuk PCR. Ini yang jadi penyebab kenapa hampir semua negara di Dunia terdampak.

  6. Bagaimana penyakit ini menularnya? Utamanya memang melalui droplet, artinya orang batuk mengeluarkan dahak berukuran kecil yang didalamnya ada virus. Tapi banyak penelitian lain juga pada akhirnya menemukan bahwa virus ini bisa bio-aerosolized atau terbang dari mulut seseorang yang terinfeksi ketika dia bicara atau bernafas. Melalui cara ini virusnya bisa menular melalui kontak dekat dengan seseorang walaupun orangnya tidak batuk. Dari sebuah penelitian orang yang batuk atau bersin bisa menyemprotkan virus dalam jarak 6 meter dan virus bisa beterbangan didalam ruangan selama 3 jam. Karena itulah penting sekali untuk menggunakan masker, sehingga virus tidak dengan mudah keluar dari mulut penderita dan beterbangan di suatu ruangan menginfeksi yang lain. Hal penting lainnya adalah ventilasi sebuah ruangan, harus bagus sehingga virus bisa terbuang dan udara ruangan jadi aman untuk dihirup. Ini juga yang membedakan penyakit ini dengan SARS/MERS dulu yang utamanya menular melalui droplet.

  7. Apa suhu panas berpengaruh terhadap virus ini? Beberapa penelitian menemukan hal seperti itu. Saya sendiri merasa udara panas di Indonesia memberikan perlindungan lebih dan menurunkan risiko penyebaran virus ini dari lingkungan. Di banyak negara yang menjadi episenter pandemi puncak pandemi terjadi pada suhu <10 derajat celcius. Pada suhu serendah itu virus dilaporkan bisa bertahan berminggu-mingu di benda mati. Orang yang terinfeksi duduk di kursi di taman, orang yang datang dan duduk disitu beberapa hari kemudian bisa terinfeksi. Di Indonesia saya rasa kemungkinan itu terjadi kecil, karena virusnya di lingkungan jika terpapar matahari mungkin hanya sanggup bertahan beberapa jam saja. Namun itu bukan berarti virusnya tidak bisa menular dari orang ke orang, ini justru sangat mungkin terjadi. Jadi hindari keramaian.

  8. Apa penyemprotan disinfektan ke kendaraan atau bangunan bermanfaat? Ini tidak diperlukan, apalagi di Indonesia dengan udaranya yang panas. Dibiarkan seharian juga virus diluar mati sendiri. Penggunaan disinfektan dalam jumlah banyak di lingkungan bisa berbahaya karena bisa menimbulkan iritasi mata dan saluran nafas. Karenanya hal ini tidak di rekomendasikan WHO. Walau demikian penggunaan disinfektan yang terarah justru diperlukan, misalnya petugas kebersihan harus sering memberikan WC umum, gagang pintu, dan tempat lain yang sering disentuh orang.

  9. Apa penggunaan ruang disinfektan untuk populasi umum berguna? Untuk populasi umum hal ini juga tidak di rekomendasikan. Disinfektan bisa saja menghabisi virus yang hinggap di pakaian, tapi orang tidak akan dengan sengaja pegang baju orang kan? Kemungkinan itu sangat kecil. Terpapar disinfektan bisa menimbulkan iritasi, kalau rutin efek jangka panjangnya bisa problematik. Penggunaan ruang disinfektan untuk tenaga medis sebelum APD dilepas walau demikian bisa bermanfaat dalam mengurangi jumlah virus yang menempel pada APD sehingga lebih aman saat dilepas. Tapi itupun dengan catatan petugas medisnya mengenakan googles dan masker sehingga lebih aman saat menggunakan ruang disinfektan tersebut. Menurut saya penggunaan ruang disinfektan justru berbahaya karena bisa memberikan rasa aman yang semu ke masyarakat. Seakan-akan setelah melewati ruang itu jadi bersih dari virus, padahal tidak, yang telah terinfeksi tetap saja akan bawa virus dan tetap akan menularkan. Akibatnya kewaspadaan orang jadi longgar. Dipikir setelah lewat ruangan itu lalu aman kumpul-kumpul aman kerja seperti biasa, padahal tidak juga.

  10. Apa COVID19 ini sudah ada obatnya? Saat ini sudah ada 3 terapi yang tampaknya memberi manfaat menurut beberapa uji klinis. Beberapa negara sudah mengijinkan penggunaan obat Avigan (Favipiravir) dari Jepang dan Ramdesivir dari Amerika Serikat untuk mengobati COVID19. Di Indonesia sepengatahuan saya baru tersedia Avigan, namun inipun hanya tersedia di beberapa RS pusat rujukan. Terapi yang ketiga berupa plasma yang mengandung antibodi yang didapat dari darah orang yang telah sembuh (dan kebal) dari COVID19. Di Indonesia PMI sudah bergerak untuk mencari plasma orang yang sudah sembuh ini. Saat ini jumlah plasma masih terbatas dan hanya bisa diakses beberapa RS Rujukan COVID19, dalam beberapa bulan kedepan saya berharap stoknya semakin banyak. Jadi yang sudah sembuh jangan lupa mendonorkan darahnya ya. Saling bantu biar lebih banyak yang tertolong.

  11. Apa orang yang sudah sembuh bisa kembali terinfeksi COVID19? Bisa, beberapa negara sudah melaporkan hal demikian, tapi mayoritas tidak mengalami episode re-infeksi yang berat, umumnya ringan bahkan ada yang tidak bergejala. Sebuah penelitian bahkan menemukan bahwa seseorang yang dinyatakan sembuh lalu terkena COVID19 dari hasil PCR ternyata yang ditemukan itu serpihan virus yang tidak lagi menular.

  12. Kapan pandemi ini berakhir? Jika telah ditemukan vaksin atau obat yang secara efektif bisa mencegah penularan penyakit ini. Hal ini kemungkinan bisa dicapai pada pertengahan tahun depan. Namun uji coba vaksin saat ini sudah banyak yang melalui uji klinis fase 2, sudah hampir 1/2 jalan, dengan proses uji klinis yang dipercepat, saya berharap bisa vaksin yang efektif mudah-mudahan bisa didapat akhir tahun ini. Semoga.

Sampai saat itu datang tolong jangan kendorkan kewaspadaan. Tetap jaga jarak, tetap pakai masker, tetap cuci tangan sesering mungkin, tetap diam dirumah (jika tidak ada hal yang penting jangan keluar rumah). Semoga kita dan keluarga kita bisa melewati wabah ini dengan aman.

Sumber : Facebook/@ErtaPriadiWirawijaya