search

Hukum & Kriminal

klaim lahan iknibu kota negarahibah grand sultanisran noor

Siapkan Langkah Hukum, Enam Pemangku Hibah Grand Sultan Tunjukkan Bukti Kepemilikan Lahan IKN

Penulis: Presisi 1
Kamis, 12 Desember 2019 | 2.251 views
Siapkan Langkah Hukum, Enam Pemangku Hibah Grand Sultan Tunjukkan Bukti Kepemilikan Lahan IKN
Kuasa Hukum Enam Pemangku Hibah Grand Sultan, Muhammad Marwan saat menunjukkan bukti kepemilikan lahan IKN oleh kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Presisi - Keluarga Besar dan Kerabat Kesultanan Kutai Ing Martadipura menunjukkan keseriusan mereka atas klaim pemerintah terhadap status kepemilikan lahan pembangunan ibu kota negara (IKN) yang disebut-sebut milik negara.

Mewakili 6 Pemangku Hibah Grand Sultan, Muhammad Marwan memaparkan, pengakuan atas kepemilikan tanah milik kerabat kseultanan, tertuang dalam surat Pengadilan Negeri Tenggarong, Nomor : W.1.8 PCHT.10-76-A/1997 yang berisikan Surat Ketua Pengadilan Daerah Tingkat II Kutai.

Surat tersebut, disebut Marwan memuat penetapan kepemilikan tanah adat keluarga besar Kesultanan Kutai Kartanegara atau Grand Sultan, sebagai bentuk jaminan dan perlindungan hukum kepada setiap ahli warisnya.

“Hak kepemilikan yang sah juga tercantum di dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no: 05/lhn-1960, Pasal 20, ketentuan konversi Pasal 18 (Grand Sultan) tanggal 24-9-1960, terkait dengan hukum adat, dikuatkan oleh Peraturan Menteri Pertanahan dan Agraria no: 03 tahun 1962,” jelas Marwan pada  Minggu (8/11) lalu.

Pengakuan atas hak kepemilikan tanah itu, ditambahkannya turut  tertuang dalam Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kutai nomor: HUK-898/C-43/Ahr080/1973 tentang Penetapan Hak Kepemilikan Tanah Adat Keluarga Besar Grand Sultan.

Di situ menyatakan, hak kepemilikan hibah tanah adat Kesultanan Kutai serta isi kandung buminya, meliputi Muara Wahau dan sekitarnya, Bentian Besar dan sekitarnya, Land dan sekitarnya.

Dilanjutkannya, hak kepemilikan tanah adat itu disebut Marwan meliputi wilayah Sangkulirang, Bontang, Sangatta, Muara Badak, Sanga-Sanga, Anggana, Long Pahangai, Long Iram, Tabang, S.Seluwang, Samboja dan sekitarnya, serta meliputi wilayah kesultanan se-Kabupaten Tingkat II Kutai. 

“Seluruh tanah itu masuk dalam hak milik keluarga Kesultanan Koetai Kartanegara dengan kepala ahli waris pemangku hibah nama Sultan Mohd Alimoeddin din Sultan Mohd Soelaiman bin Sultan Mohd Shalihoeddin (Adji Imboet) Kerajaan Koetai Kartanegara,” tegasnya. 

Klaim negara terhadap kepemilikan atas hutan adat dan hutan hak turut dipertanyakan Marwan, yang juga ditunjuk sebagai kuasa hukum dari 6 pemangku hibah Grand Sultan yang kini bergulir.

“Mengapa pemerintah pusat maupun Pemprov Kaltim menganggap tidak ada tanah yang jadi hak Kesultanan Kutai. Sementara eksistensi Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, sudah sangat jelas secara historis,” sebutnya.

Sementara, jika merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor: 35/PUU-X/2012 tentang putusan dalam perkara pengujian Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam amar putusan poin 1.2, Pasal 1 angka 6, Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, sudah jelas mengatur adanya hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.

Lalu, pada poin 1.3, Pasal 4 Ayat (3) Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.

Putusan ini sendiri diperkuat dalam surat edaran Menteri Kehutanan nomor: SE.1/Menhut-11/2013 tentang Putusan Mahkamah Konstitusi nomor: 35/PPU-X/2012 tertanggal 16 Mei 2016. Termasuk dalam Undang-Undang nomor 41 tahun 1999, Pasal 5 Ayat (1) mengatur, hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara, hutan adat, dan hutan hak.

“Kalau hutan adat saja diatur, mengapa yang menjadi hak Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tidak diakui pemerintah. Apalagi Gubernur Kaltim Isran Noor, sempat menyatakan bahwa semua tanah yang ada di lokasi IKN adalah milik negara. Padahal itu nyata-nyata adalah milik kerabat kesultanan,” tuturnya.

Dia menambahkan, sedikitanya terdapat 120 ribu hektare lahan milik kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang di klaim pemerintah sebagai tanah milik negara. Lahan itu, dijelaskan Marwan terbentang disepanjang daerah Sepaku dan Semoi di Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) hingga kawasan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Semua itu merupakan tanah warisan Kesultanan  Kutai kepada 6 pemangku hibah Grand Sultan. Masyarakat yang memegang hak pakai atas beberapa tanah milik kerabat Kesultanan Kutai, memberikan respons baik saat kami mendata tanah-tanah itu. Mereka bahkan memberikan surat atas pelepasan hak garap (kelompok tani),” jelasnya.

Dikatakannya, 6 pemangku kerabat Grand Sultan disebut Marwan tengah menyiapkan langkah hukum atas klaim Gubernur Kaltim, Isran Noor atas lahan IKN itu. Pun begitu dengan somasi yang saat ini disebutnya tengah dipertimbangkan oleh seluruh kerabat atas klaim Isran tersebut.

Namun demikian, Marwan menyebut akan berdialog terlebih dahulu kepada pihak pemerintah, melalui rapat dengar pendapat, guna membahas lebih lanjut persoalan klaim lahan tersebut, sebelum benar-benar diambil langkah hukum.

“Kami sedang membuat surat terbuka dari para ahli waris yang masih mempunyai hak. Nantinya, kami akan mengadakan rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Kaltim untuk membahas persoalan ini,” tuturnya.

Dia memastikan, jika langkah persuasive ini tidak disambut baik oleh pemerintah, maka pihaknya tak segan untuk melanjutkan kasus klaim ini, ke ranah hukum.

“Kami mempunyai semua dokumen yang dibutuhkan. Dari putusan MA, Pengadilan, serta Badan Pertanahan Nasional yang mengakui keberadaan tanah hibah dari para ahli waris grand ultan. Kalau memang diperlukan, kami akan membawa persoalan ini ke Pengadilan Internasional,” tegasnya