Daerah Terpencil Harus Jadi Salah Satu Lokasi Pendidikan Pemilih
Penulis: Muhammad Riduan
4 jam yang lalu | 0 views
Sekretaris Pendidikan Pemilih dan Pengawas Partisipatif Pengurus Pusat PDB, Muhammad Izzatullah.(Ho/Izzatullah)
Berau, Presisi.co - Perisai Demokrasi Bangsa (PDB) menilai bahwa penyelenggaraan pendidikan pemilih bagi pemilih pemula di Indonesia masih belum menyentuh seluruh wilayah, terutama daerah-daerah terpencil yang memiliki keterbatasan akses informasi.
Evaluasi ini disampaikan sebagai dorongan agar pendidikan politik tidak hanya berfokus pada pusat kota, tetapi juga pada wilayah dengan infrastruktur terbatas.
Sekretaris Pendidikan Pemilih dan Pengawas Partisipatif Pengurus Pusat PDB, Muhammad Izzatullah mengatakan kesenjangan literasi politik antara daerah maju dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) masih sangat tinggi. Menurutnya, kondisi ini berpengaruh besar terhadap kualitas partisipasi pemilih muda.
Pihaknya pun menemukan bahwa banyak pemilih pemula di daerah terpencil bahkan belum memahami hak-hak dasar mereka dalam pemilu.
"Mereka hanya mendapatkan informasi seadanya, dan sering kali bersifat sepihak. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendidikan pemilih belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara merata,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa pendidikan pemilih tidak boleh lagi menjadi agenda yang eksklusif atau hanya dilaksanakan di daerah dengan akses mudah. Menurutnya, demokrasi yang kuat hanya bisa terwujud jika seluruh pemilih muda, tanpa terkecuali, mendapatkan bekal pengetahuan politik yang cukup.
Program edukasi pemilih harus bergerak lebih jauh, bukan hanya berhenti di kota atau pusat kabupaten.
"Kita perlu memastikan materi-materi ini sampai ke pulau-pulau kecil, daerah pegunungan, dan wilayah yang selama ini jarang tersentuh oleh kegiatan pendidikan politik,” jelasnya.
Izzatullah juga mendorong adanya inovasi pendekatan dalam penyampaian materi edukasi.
Ia menilai model formal seperti seminar di gedung pemerintahan sering tidak relevan bagi daerah terpencil yang memiliki kondisi sosial berbeda. Pendidikan pemilih perlu menyesuaikan karakter masyarakat lokal.
"Pendekatannya bisa melalui tokoh adat, komunitas pemuda desa, atau metode berbasis aktivitas yang lebih mudah diterima. Model seperti ini terbukti lebih efektif karena dekat dengan keseharian mereka,” katanya.
Selain inovasi metode, PDB menilai kolaborasi antarinstansi juga menjadi kunci keberhasilan. Penyelenggara pemilu, pemerintah daerah, sekolah, dan organisasi masyarakat sipil diminta untuk lebih aktif membangun program yang berkelanjutan, bukan hanya kegiatan menjelang pemilu.
Digitalisasi materi edukasi juga dinilai penting, namun Izzatullah menegaskan bahwa pendekatan daring tidak bisa menggantikan kebutuhan tatap muka di banyak wilayah.
“Internet memang membantu, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ada wilayah yang bahkan kesulitan mendapatkan sinyal. Karena itu, strategi luring tetap harus dipertahankan secara serius,” pungkasnya. (*)