DKP Kaltim Fokus Ekspor dan Ekonomi Biru, Bantuan Disesuaikan Kebutuhan Nelayan
Penulis: Akmal Fadhil
4 jam yang lalu | 0 views
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim, Irhan Hukmaidy. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co – Sektor perikanan di Kalimantan Timur (Kaltim) terus menunjukkan tren positif, tak lagi sebatas swasembada, daerah ini kini mulai mengarah pada orientasi ekspor komoditas unggulan, seiring penerapan prinsip ekonomi biru untuk menjaga keberlanjutan sumber daya kelautan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim, Irhan Hukmaidy, mengatakan bahwa swasembada pangan di sektor perikanan telah lama tercapai.
Saat ini, tantangan terbesar justru terletak pada menjaga stabilitas produksi di tengah tekanan lingkungan.
“Fokus kami sekarang bukan lagi hanya mencukupi kebutuhan lokal, tapi juga memperluas pasar ekspor. Komoditas seperti udang windu, kerapu, kepiting, dan yang baru berkembang kerang dara sudah masuk jalur ekspor,” ujar Irhan.
Untuk memastikan keberlanjutan sektor ini, DKP Kaltim mengedepankan pendekatan ekonomi biru.
Konsep ini menekankan keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelestarian lingkungan.
“Ekonomi biru bukan sekadar jargon. Kami menerapkannya lewat kawasan konservasi, penangkapan ikan berbasis kuota, pengembangan kampung budidaya perikanan, serta pengawasan ketat terhadap ekosistem laut,” jelasnya.
Ia juga menyoroti upaya pengendalian sampah plastik di laut sebagai bagian dari kebijakan berkelanjutan.
“Kita manfaatkan sumber daya, tapi tidak mengeksploitasi. Itu prinsip utama,” tegasnya.
Irhan menambahkan, salah satu kekuatan perikanan budidaya di Kaltim adalah penggunaan keramba apung yang banyak ditemui di wilayah pesisir. Model ini dinilai cukup berkontribusi terhadap peningkatan produktivitas.
Selain faktor teknis, aspek sosial budaya masyarakat juga memengaruhi pengembangan jenis perikanan. Menurutnya, preferensi konsumsi ikan masyarakat di Kaltim cukup beragam, tergantung latar belakang etnis.
“Misalnya, masyarakat Kutai dan Banjar cenderung menyukai ikan air tawar, sedangkan warga asal Sulawesi lebih menyukai ikan laut. Maka pasokan untuk kedua jenis itu harus sama-sama dimaksimalkan,” ungkapnya.
Terkait bantuan untuk pelaku perikanan, Irhan menyebut pendekatannya bersifat bottom-up, berdasarkan permintaan dari masyarakat atau kelompok nelayan dan pembudidaya.
“Untuk perikanan tangkap, kami bantu alat tangkap yang ramah lingkungan. Ini sekaligus jadi sarana edukasi agar nelayan tidak menggunakan alat yang merusak ekosistem,” ujarnya.
Sementara di sektor budidaya, bantuan difokuskan pada penyediaan bibit ikan baik air tawar, payau, maupun laut.
Setiap tahunnya, sekitar 100 kelompok menerima bantuan dengan alokasi anggaran sekitar 30–35 persen dari total anggaran DKP.
“Targetnya tidak tetap karena sangat bergantung pada usulan kelompok. Tapi prinsipnya kami dukung kegiatan yang berkelanjutan dan berbasis kebutuhan lapangan,” pungkas Irhan. (*)