Tingginya Harga Sembako di Mahulu, Ekonom Unmul Dorong Pemprov Kaltim Segera Bangun Akses
Penulis: Akmal Fadhil
2 jam yang lalu | 0 views
Purwadi, Ekonom Unmul saat mengomentari prihal pembangunan di Mahakam Ulu. (Presisi.co/Akmal)
Samarinda, Presisi.co — Lonjakan harga kebutuhan pokok di Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu), Kalimantan Timur, kembali memicu krisis ekonomi yang menekan warga perbatasan.
Namun bagi pengamat ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Purwadi, persoalan utama bukan sekadar tingginya harga, melainkan gagalnya kebijakan struktural pemerintah dalam menjawab kebutuhan jangka panjang masyarakat Mahulu.
“Solusi yang dilakukan pemerintah hanya seperti memadamkan api. Baru bergerak setelah ada kejadian besar atau viral. Sifatnya reaktif, bukan strategis,” ujar Purwadi dalam keterangannya, Jumat 1 Juli 2025.
Pernyataan itu merespons kebijakan distribusi sembako oleh Pemprov Kaltim sebagai tanggapan atas melambungnya harga bahan pokok.
Untuk diketahui, harga beras di Mahulu kini mencapai Rp1,2 juta per karung (25 kg), sementara elpiji 3 kg dijual hingga Rp400 ribu per tabung.
Purwadi menilai, kondisi tersebut bukan baru terjadi sekali, melainkan siklus tahunan yang selalu berulang tanpa ada pembenahan serius.
Setiap musim hujan, banjir besar melumpuhkan jalur sungai. Ketika kemarau, distribusi melambat dan harga-harga kembali melonjak.
“Kalau setiap tahun hanya kirim sembako, itu bukan solusi. Itu tanda bahwa pemerintah tidak punya desain kebijakan jangka panjang untuk Mahulu,” tegasnya.
Menurutnya, kunci utama menyelesaikan persoalan ini adalah akses. Ketergantungan Mahulu pada jalur sungai membuat wilayah itu sangat rentan krisis distribusi.
Satu-satunya cara memperbaiki itu adalah dengan membangun jalan darat permanen dan fungsional.
“Tidak perlu jalan tol, tapi jalan tanah pun kalau bisa dilalui sepanjang tahun akan sangat membantu. Selama akses masih buruk, harga barang akan terus mahal,” katanya.
Purwadi juga menyoroti lemahnya komitmen pemerintah dalam menyelesaikan pembangunan jalan ke Mahulu.
Meski anggaran ratusan miliar telah dikucurkan selama bertahun-tahun, hingga kini jalan darat penghubung Mahulu belum benar-benar rampung.
“Pusat dan daerah seperti saling lempar tanggung jawab. Ini bukan soal wewenang, ini soal nyawa dan kesejahteraan masyarakat perbatasan,” ujarnya.
Ia mengingatkan, Mahulu adalah beranda negara yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Namun selama akses distribusi tetap terhambat, maka pembangunan di Mahulu hanya akan jadi wacana di atas kertas.
“Pemerintah harus berani alokasikan anggaran khusus dan membuat target yang jelas untuk membangun jalan ke Mahulu. Tanpa itu, kita akan terus ulangi krisis ini tiap tahun,” tutup Purwadi. (*)